Jumat, 13 Agustus 2010

ANALISIS MAKRO ATAS DAMPAK PENERAPAN KEBIJAKAN TAX HOLIDAY DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik investor asing sebanyak mungkin masuk ke negaranya.
Bangsa Indonesia yang memiliki sumber daya alam melimpah merupakan salah satu faktor pendukung untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Sebagaimana diketahui bahwa konsep negara moderen dewasa ini telah berkembang ke arah filosofi yang lebih luas dimana fungsi negara tidak hanya sebagai “penjaga malam” yang bertugas untuk menciptakan keamanan dan ketertiban bagi rakyatnya melainkan lebih dari pada itu meweujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya atau sering disebut dengan welfare state.
Indonesia sebagai negara berkembang tentunya belum mampu berdiri sendiri untuk mengelola seluruh sumber daya alam yang dimiliki. Untuk bisa mengolah seluruh sumber daya alam tersebut, dibutuhkan sumber daya manusia, teknologi dan tentunya biaya yang besar. Dalam keadaan yang demikian maka dibutuhkan kerjasama dengan pihak luar baik negara-negara maju dan para pemilik modal yang bersedia untuk berinvestasi di Indonesia.
Negara sebagai pemegang roda perekonomian dan sebagai pihak yang diberikan kewenangan oleh Undang-Undang Dasar 1945 untuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak tentunya dituntut untuk bisa mengatur dan mengelola agar sumber daya alam tersebut agar dapat dimanfaatkan sebesar besarnya bagi kemakmuran rakyat. Secara singkat sudah dijelaskan diatas bahwa salah satu upaya peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang dilakukan oleh negara yakni dengan mengundang investor asing untuk masuk ke negaranya. Dalam hal demikian maka tentunya dibutuhkan payung hukum yang kokoh guna mengatur dan mengendalikan sistem penanaman modal atau investasi tersebut.
Penanaman modal di Indonesia sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 yang menggantikan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Jo Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968. Secara umum investasi atau penanaman modal dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh orang pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical person) dalam upaya untuk meningkatkan dan atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money), peralatan (equipment), aset tidak bergerak, hak atas kekayaan intelektual maupun keahlian. Sementara dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 disebutkan bahwa penanaman modal diartikan sebagai segala bentuk kegiatan penanaman modal baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
Pada dasarnya investor, baik investor domestik maupun investor asing yang menanamkan investasi di Indonesia diberikan kemudahan. Pemberian kemudahan ini adalah dimaksudkan agar investor domestik maupun investor asing mau menanamkan investasinya di Indonesia. Investasi itu sangat dibutuhkan oleh pemerintah Indonesia untuk mempercepat proses pembangunan. Kemudahan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia berupa kemudahan dalam bidang perpajakan dan pungutan lainnya.
Ketentuan-ketentuan tentang kemudahan-kemudahan bagi penanaman modal di Indonesia telah diatur dalam pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Dalam ketentuan tersebut ditentukan bahwa investor, baik domestik maupun asing yang menanamkan investasinya di Indonesia diberikan kemudahan dan fasilitas-fasilitas bagi investasinya. Fasilitas penanaman modal itu diberikan kepada penanam modal yang :
1. Melakukan perluasan usaha atau
2. Melakukan penanaman modal baru
Adapun beberapa kriteria bagi penanam modal yang berhak memperoleh fasilitas atau kemudahan telah ditetntukan secara langsung dalam Undang-Undang tersebut. Bentuk fasilitas yang diberikan yakni :
1. Fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan netto.
2. Pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.
3. Pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi tertentu.
4. Pembebasan atau penangguhan Pajak Penghasilan (PPN) atas barang impor barang modal.
5. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat.
6. Keringanan PBB
7. Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan.
8. Fasilitas hak atas tanah.
9. Fasilitas pelayanan keimigrasian
10. Fasilitas perizinan
Dari berbagai bentuk fasilitas diatas, permasalahan utama yang diangkat dalam makalah ini adalah menyangkut fasilitas di bidang perpajakan berupa fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan netto dan pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan. Rencana pemerintah untuk lebih mengefektifkan fasilitas dimaksud yakni dengan pemberian tax holiday.
Pemerintah berencana memperkuat payung hukum tax holiday sebagai bagian dari upaya menarik sebanyak mungkin investor menanamkan sahamnya di Indonesia. Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan ketentuan tax holiday akan dimasukkan ke dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) atau yang dikenal dengan UU Perpajakan. Mau tidak mau, DPR dan Pemerintah akan kembali berkutat menyusun revisi UU Perpajakan jika gagasan Agus diakomodir. Di mata Agus, Indonesia tetap membutuhkan investasi. Investasi terutama dibutuhkan untuk membangun infrastruktur. Pemerintah tak mampu menyediakan seluruh dana pembangunan infrastruktur. Untuk itu, pemerintah mengundang swasta dan menawarkan konsep Public Private Partnership (PPP) .
Secara umum menurut literatur, A tax holiday is a temporary reduction or elimination of a tax. Governments usually create tax holidays as incentives for business investment. The taxes that are most commonly reduced by national and local governments are sales taxes. In developing countries, governments sometimes reduce or eliminate corporate taxes for the purpose of attracting Foreign Direct Investment or stimulating growth in selected industries. Tax holiday is given in respect of particular activities, and sometimes also only in particular areas with a view to develop that area of business.
Data BKPM menunjukkan, realisasi investasi hingga Maret 2010 baik PMDN maupun PMA banyak diserap oleh kawasan Indonesia Barat. Sepuluh provinsi yang mampu menyerap investasi PMDN terbesar adalah Jakarta, Banten, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, dan Lampung. Sedangkan sepuluh provinsi yang berhasil menggaet investasi PMA terbesar adalah Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Papua, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Kalimantan Selatan, Banten dan Sulawesi Tengah. Meski demikian, BKPM menyarankan pemberian fasilitas ini harus dengan batasan tertentu agar efektif. Kepala BKPM mengaku, kesenjangan pembangunan antara wilayah timur dan barat Indonesia bisa ditekan melalui pemberian fasilitas ini.Wilayah Indonesia timur itu fasilitas infrastrukturnya terbatas sekali. Jadi, agar ada yang mau investasi skala besar, misalnya di Papua atau NTB, sebagai daya tariknya bisa diberikan tax holiday. Demikian disampaikan oleh kepala BKPM.
Beberapa data atau informasi diatas menunjukan bahwa tax holiday ini memang memerlukan pengaturan atau dasar hukum yang kuat, hal ini mengingat kebijakan atau sistem ini belum pernah dikenal dan diterapkan sebelumnya di Indonesia. disamping itu tentunya pula bahwa rencana kebijakan ini haruslah didasarkan pada suatu pertimbangan yang matang sehingga tidak menimbukan ketimpangan dalam segala aspek kehidupan bernegara. Melalui makalah ini penulis akan mencoba mengkaji dan menganalisa rencana kebijakan tax holiday ini dari sudut makro sehingga diharapkan dapat memberikan suatu gambaran yang komprehensif mengenai dampak dari kemungkinan diterapkannya kebijakan tax holiday tersebut.

B. Rumusan Masalah
Adapun Permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini adalah :
Bagaimana dampak atas penerapan kebijakan tax holiday di Indonesia dilihat dari perspektif makro ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Tentang Penanaman Modal
1. Pengertian Penanaman Modal
Istilah Investasi atau Penanaman modal merupakan istilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis sehari hari maupun dalam bahasa perundang-undangan. Istilah investasi merupakan istilah yang populer dalam dunia usaha, sedangkan istilah penanaman modal lazim digunakan dalam peraturan perundang-undangan. Investasi memiliki pengertian yang lebih luas karena dapat mencakup baik investasi langsung (direct investment) maupun investasi tidak langsung (portofolio investment), sedangkan penanaman modal lebih memiliki konotasi kepada investasi langsung.
Adapun definisi lain tentang investasi dikemukakan Kamaruddin Ahmad bahwa investasi yakni menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut. Unsur-unsur terpenting dari kegiatan investasi atau penanaman modal yaitu :
1. Adanya motif untuk meningkatkan atau setidak-tidaknya mempertahankan nilai modalnya;
2. Bahwa modal tersebut tidak hanya mencakup hal-hal yang bersifat kasat mata dan dapat diraba (tangible) tetapi juga mencakup sesuatu yang tidak bersifat kasat mata dan tidak dapat diraba (intangible). Intangible mancakup keahlian, pengetahuan, jaringan dan sebagainya yang dalam berbagai kontrak kerjasama (join venture agreement) biasanya disebut valuable services.
Sementara itu dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, disebutkan bahwa penanaman modal diartikan sebagai segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara republik Indonesia.
2. Jenis dan Bentuk Penanaman Modal
Pada dasarnya Investasi dpat digolongkan berdasarkan aset, pengaruh, ekonomi, menurut sumber dan cara penanamananya. Kelima hal tersebut akan dijelaskan berikut :
a. Investasi berdasarkan asetnya.
Investasi berdasarkan asetnya merupakan penggolongan investasi dari aspek modal atau kekayaanya. Investasi berdasarkan asetnya dibagi menjadi 2 jenis yakni :
1) 1). Real asset; dan
2) 2.). Financial asset.
Real asset merupakan investasi yang berwujud seperti gedung-gedung dan sebagainya, sedangkan financial asset merupakan dokumen (surat-surat) klaim tidak langsung pemegangnya terhadap aktivitas riil pihak yang menerbitkan sekuritas tersebut. Perbedaan lain terletak pada likuiditas. Pengertian likuiditas disini adalah mudahnya mengkonversi sebagai suatu aset menjadi yang dan biaya transaksi cukup rendah. Real asset secara umum kurang likuid daripada asset keuangan. Hal ini disebabkan oleh sifat heterogennya dan khusus kegunaaanya.
b. Investasi berdasarkan pengaruhnya.
Investasi berdasarkan pengaruhnya merupakan investasi yang didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi atau tidak mempengaruhi kegiatan investasi. Investasi berdasarkan pengaruhnya dibagi menjadi 2 macam yakni ;
1) Investasi autonomos (berdiri sendiri) merupakan investasi yang tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, bersifat spekulatif. Misalnya pembelian surat-surat berharaga.
2) Investasi induced (mempengaruhi-menyebabkan) merupakan investasi yang dipengaruhi kenaikan permintaan atas barang dan jasa serta tingkat pendapatan. Misalnya penghasilan transitori, yaitu penghasilan yang didapat selain dari bekerja, seperti bunga dan sebagainnya.
c. Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya.
Investasi berdasarkan sumber pembiayaanya merupakan investasi yang didasarkan pada asal-usul investasi itu diperoleh. Investasi ini dibagi dalam 2 macam :
1) Investasi yang bersumber dari modal asing (PMA)
2) Investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (PMDN)
Investasi yang bersumber dari modal asing (PMA) merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan luar negeri. Sementara invetasi yang bersumber dari dalam negeri (PMDN) merupakan merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri.
d. Investasi berdasarkan bentuknya.
Investasi berdasarkan bentuknya merupakan investasi yang didasarkan pada cara menanamkan investasinya. Investasi jenis ini dibagi dalam dua macam yaitu :
1) Investasi portofolio
2) Investasi langsung
Investasi portofolio ini dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga, seperti saham dan obligasi. Investasi langsung merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total, mengakuisisi perusahaan.
3. Manfaat Penanaman Modal atau Investasi
Keberadaan investasi yang ditanamkan oleh investor terutama modal asing, ternyata memberikan dampak positif di dalam pembangunan. Adi Harsono mengemukakan dampak dari adanya investasi asing atau perusahaan asing di berbagai negara. Dampak yang dikemukakan oleh Adi Harsono didasarkan pada bukti-bukti dari keberadaan investasi asing atau perusahaan asing. Bukti-bukti tersebut disajikan sebagai berikut :
a. Masalah gaji
Perusahaan asing membayar gaji pegawainya lebih tinggi dibandingkan gaji rata-rata nasional. Di Amerika misalnya perusahaan asing membayar 4% lebih tinggi pada tahun 1989 dan 6%l lebih tinggi tahun 1996 dibandingkan perusahaan domestik.
b. Perusahaan asing menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan perusahaan nasional sejenis. Di Amerika, jumlah lapangan kerja yang diciptakan perusahaan asing mencapai 1,4% per tahun 1989 sampai dengan tahun 1996. Bandingkan dengan 0,8% yang diciptakan oleh perusahaan domestik. Di inggris dan Perancis, lapangan kerja di perusahaan asing naik 1,7% per tahun, sebaliknya lapangan kerja di perusahaan domestik, justru menyusut 2,7%. Hanya di Jerman dan Belanda, perusahaan asing tidak banyak berbeda dengan perusahaan domestik.
c. Perusahaan asing tidak segan-segan mengeluarkan biaya di bidang pendidikan. Jumlah pelatihan dan di bidang pelatihan (R&D) di negara tempat mereka menanamkan investasinya mencapai 12% dari total pengeluaran R&D di Amerika Serikat, di Perancis 19% dan 40% di Inggris.
d. Perusahaan asing cenderung mengekspor lebih banyak dibandingkan perusahaan domestik. Tahun 1996, perusahaan asing di Irlandia mengekspor 89% dari produksinya. Bandingkan dengan 34% yang dilakukan perusahaan domestik.

B. Tinjauan Umum Pajak
1. Pengertian Pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. Mengatakan bahwa pajak adalah iuran rakyak kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dpat ditunjukan dan diganakan untuk membayar pengeluaran umum. Lebih lanjut Soemitro menjelaskan bahwa kata “dapat dipaksakan” berarti bahwa jika hutang pajak itu tidak dibayarkan, utang itu dapat ditagih menggunakan kekerasan seperti surat paksa dan sita, dan juga penyanderaan. Terhadap pembayaran itu tidak dapat ditunjukkan adanya jasa timbal balik tertentu seperti halnya dalam retribusi.
Pengertian diatas kemudian dikoreksinya sendiri dan diubah menjadi pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama public saving.
Lima unsur pokok dalam definisi pajak pajak adalah :
1.Iuran/pungutan dari rakyat kepada negara
2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
3. Pajak dapat dipaksakan
4. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi
5. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara (pengeluaran umum pemerintah)
2. Fungsi Pajak
Sebenarnya, dari definisi pajak di atas sudah tergambarkan fungsi dari pajak yaitu untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa publik. Namun demikian, dalam literatur-literatur perpajakan, dikenal dua macam fungsi pajak yaitu fungsi penerimaan (budgetair) dan fungsi mengatur (regulair).
Fungsi penerimaan adalah fungsi utama pajak. Pajak ditarik terutama untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah dalam rangka menyediakan barang dan jasa publik. Saat ini sekitar 70% APBN Indonesia dibiayai oleh pajak. Dua pajak penyumbang penerimaan terbesar adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan demikian, dua jenis pajak ini lebih memiliki fungsi penerimaan (budgetair) ketimbang fungsi mengatur.
Selain berfungsi sebagai sumber penerimaan negara, pajak juga memiliki fungsi mengatur. Dalam fungsi ini, pajak mengarahkan perilaku sekelompok warga negara agar bertindak sesuai yang diinginkan. Contoh, agar masyarakat Indonesia mendapatkan minyak goreng yang murah, maka terhadap ekspor CPO akan dikenakan pajak ekspor yang tinggi. Contoh lain, agar masyarakat tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, maka terhadap jenis barang seperti ini dikenakan PPnBM yang tinggi. Jenis pajak yang biasanya digunakan sebagai instrumen mengatur ini adalah Pajak Ekspor, Bea Masuk dan PPnBM.
Kalau ditelusuri lebih jauh, ada satu lagi fungsi pajak yang harus kita catat. Fungsi tersebut adalah fungsi distribusi kekayaan di mana kelompok yang lebih mampu akan membayar pajak lebih banyak sementara kelompok yang kurang mampu akan mendapatkan manfaat lebih banyak dibandingkan dengan pajak yang dia bayar. Bahkan untuk kelompok tertentu, seperti penerima BLT, penerima subsidi BBM, dan penerima subsidi pupuk, mungkin dia tidak membayar pajak tapi dia mendapatkan manfaat langsung dari pajak. Dan memang karena alasan itulah adanya pajak. Saya lebih senang menyebut fungsi ini sebagai fungsi sosial pajak.

3. Tax Holiday
Tax holiday merupakan suatu kebijakan di perpajakan. Di Indonesia, kebijakan ini belum diatur dalam Undang-Undang Perpajakan. Ada beberapa literatur yang mencoba memberikan defenisi menyangkut pajak yakni :
A tax holiday is a temporary reduction or elimination of a tax. Governments usually create tax holidays as incentives for business investment. The taxes that are most commonly reduced by national and local governments are sales taxes. In developing countries, governments sometimes reduce or eliminate corporate taxes for the purpose of attracting Foreign Direct Investment or stimulating growth in selected industries. Tax holiday is given in respect of particular activities, and sometimes also only in particular areas with a view to develop that area of business. Dari pengertian tersebut diketahu bahwa tax holiday merupakan pengurangan atau penghapusan pajak untuk sementara waktu bagi seorang wajib pajak. Hal ini oleh pemerintah di negara-negara berkembang digunakan sebagai insentif atau fasilitas guna menarik investor asing. Adapun pengertian yang sama terdapat dalam The Conteporary English-Indonesia Dictonary yakni bahwa tax holiday merupakan masa bebas pajak.

C. Analisa Makro Atas Dampak Kebijakan Tax Holiday.
Sebelum menguraikan tentang dampak kebijakan tax holiday terhadap iklim investasi di Indonesia maka akan dipaparkan bagaimana konsep atau rencana kebijakan tax holiday oleh pemerintah yang diperoleh dari media :
Pemerintah berencana memperkuat payung hukum tax holiday sebagai bagian dari upaya menarik sebanyak mungkin investor menanamkan sahamnya di Indonesia. Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan ketentuan tax holiday akan dimasukkan ke dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) atau yang dikenal dengan Undang-Undang Perpajakan.
Menurut Mentri Keuangan, Indonesia tetap membutuhkan investasi. Investasi terutama dibutuhkan untuk membangun infrastruktur. Pemerintah tak mampu menyediakan seluruh dana pembangunan infrastruktur. Untuk itu, pemerintah mengundang swasta dan menawarkan konsep Public Private Partnership (PPP). ini relevan dengan penetapan daftar usaha yang tertutup dan terbuka buat asing, biasa disebut Daftar Negatif Investasi. Industri pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional. Untuk industri ini, pemerintah dapat memberikan insentif kepada investor agar mau bergerak. Salah satunya adalah pemberian tax holiday.
Berkaitan dengan upaya menarik investor itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan menyatakan, sebenarnya UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing (PMA), mengatur bahwa apabila diperlukan pemerintah siap untuk menyikapi secara fiskal kepentingan penanaman modal. Pasal 18 UU Penanaman Modal sudah mengatur hal tersebut. Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman modal. Fasilitas tersebut diberikan kepada penanam modal yang melakukan peluasan usaha atau melakukan penanaman modal baru. Sekurang-kurangnya, penanaman modal itu memenuhi salah satu kriteria seperti menyerap banyak tenaga kerja.
Termasuk skala prioritas tinggi saat ini adalah pembangunan infrastruktur, melakukan alih teknologi, melakukan industri pionir. Lalu, berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu, menjaga kelestarian lingkungan hidup. Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal berupa pengurangan pajak, pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin atau peralatan kebutuhan produksi, bahkan bahan baku.

Kepala BKPM yakin Undang-Undang Penanaman Modal dan Undang-Undang Perpajakan sebenarnya tidak bertentangan, justru dapat dianggap saling melengkapi. Untuk itu, Pemerintah akan membuat working group yang terdiri dari Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Kepala BKPM supaya melakukan rumusan-rumusan untuk menyikapi kebijakan fiskal kedepan untuk kepentingan investasi. Untuk industri yang mendapatkan tax holiday, lanjut Gita akan dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan wilayah dan industri. Pendekatan industri yaitu apakah industri itu merupakan industri prionir atau industri yang membuahkan lapangan kerja yang banyak. Sementara itu, untuk pendekatan wilayah, yang akan diprioritaskan adalah industri yang ada di luar Jawa, baik di Indonesia Timur atau dipakai melalui pendekatan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Menteri Perindustrian MS Hidayat menyatakan, Kementerian Perindustrian mengajukan penyaluran tax holiday salah satunya ke daerah Marauke dan luar pulau Jawa. Hal ini dikarenakan program perindustrian memang sekitar 75 persen ada di luar Pulau Jawa.
Setelah menguraikan tentang rencana atau konsep kebijakan pemerintah tentang tax holiday maka berikut akan dianalisa secara makro mengenai dampak dari kebijakan tersebut;
1. Pendekatan Hukum
Berbicara tentang hukum maka tentunya kebijakan tax holiday ini harus memiliki dasar hukum yang jelas serta tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 33 memang memberikan kewenangan kepada negara untuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak. Dengan adanya ketentuan demikian maka negara bertanggung jawab atas segala bentuk pemanfaatan sumber daya alam agar digunakan secara maksimal bagi kesejahteraan rakyat. Bentuk tanggung jawab negara tersebut yakni dengan mengeluarkan peraturan-peraturan hukum agar dapat mengatur jalannya perekonomian, salah satunya yakni Nomor 25 Tahun 2007 Tentang penanaman Modal. Dalam Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007, kebijakan tax holiday sendiri telah diatur secara jelas yakni dalam pasal 18 yang berisi tentang fasilitas yang diberikan kepada para investor tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut. Diantara berbagai fasilitas tersebut maka yang tentunya berkaitan dengan tax holiday yakni berupa pengurangan atau penghapusan pajak penghasilan badan. Permasalahan yang mendasar jika dikaji dari segi hukum yakni bahwa kebijkan tax holiday ini dari sisi peraturan perpajakan, belum ada salah satu pasal-pun yang mengakomodasi atau memberikan peluang untuk dilakukannya tax holiday. Dengan demikian maka tentunya rencana kebjakan tersebut haruslah diatur terlebih dahulu dalam Peraturan perpajakan di Indonesia dan tentunya bahwa kebijakan tersebut terlebih dahulu harus dikaji pula dari berbagai aspek-aspek yang lain seperti aspek ekonomi, politik maupun sosiologis. Menyangkut kajian dari aspek yang lain tersebut akan coba dianlisa oleh penulis dalam analasis berikutnya.
2. Pendekatan Ekonomi
Rencana pemerintah untuk memberikan tax holiday sebagaimana yang diperoleh dari bahan hukum sukunder diatas yakni berbentuk pengurangan, penghapusan atau penundaan pajak bagi Investor tertentu yang melakukan usahanya di bidang industri pionir khususnya pembangunan infrastruktur dan menyerap tenaga kerja, atau setidaknya memenuhi persyaratan pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam pasal pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Disisi lain pemberian fasilitas tax holiday tersebut untuk Investor yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Indonesia timur yang infrastrukturnya belum memadai sehngga bisa meningkatkan pemerataan pembangunan. Kebijakan ini, dari segi perekonomian khususnya perpajakan akan mengakibatkan potensi penerimaan negara lewat perpajakan khususnya pajak penghasilan badan tidak akan mengalami peningkatan selama periode tax holiday yang dalam sumber referensi lain diperkirakan penundaan pembayaran selama 2-5 tahun. Namun jika dikaji dari sudut pandang tenaga kerja maka potensi untuk menyerap tenaga kerja akan semakin meningkat, apalagi menyangkut pembangunan infrastruktur yang dalam prakteknya tentu saja menyerap banyak tenaga kerja. Peluang demikian tentunya akan meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya para buruh maupun tenaga terampil di bidang terkait dengan pembangunan itu, jika demikian halnya maka tentunya bahwa disisi lain pajak penghasilan orang pribadi akan meningkat pula. Di bidang perbankan, dengan masuknya investor asing tentunya sangat besar pengaruhnya karena rata-rata meraka membawa dana atau modal usaha yang besar dan disimpan di bank. Dengan demikian maka tentunya sisi pasiva suatu bank akan semakin meningkat karena tabungan atau deposito yang bertambah. Dengan meningkatnya sisi pasiva suatu bank maka tentunya kinerja bank dalam lalu-lintas pembayaran semakin lancar. Dari sisi pasiva tersebut dana tersebut akan dialirkan melalui sisi aktiva berupa kredit maupun pembiayaan lainnya kepada masyarakat maupun negara. Dampak dari hal tersebut bagi masyarakat yakni bahwa penyaluran kredit usaha kepada masyarakat akan semakin meningkat, masyarakat akan semakin terpacu untuk berwirausaha. Dengan peluang wirausaha tersebut maka tentunya bahwa pendapatan masyarakat akan semakin meningkat dan dengan demikian pemasukan bagi negara lewat sektor pajak tersebut semakin meningkat. Bagi pemerintah tentunya bahwa dengan meningkatnya struktur permodalan perbankan maka aktivitas pemerintah maupun program-program pemerintah yang dananya diperoleh dari bank akan semakin lancar baik program kredit usaha rakyat maupun program-program pembangunan yang dibiayai oleh perbankan.
Bagi negara disisi lain program tax holiday menyebabkan pemeritah akan terbantu dalam program-program pembangunan. Kebijakan tax holiday ini direncanakan pemerintah sebagaimana disampaikan menteri keuangan karena pemerintah tidak memiliki cukup dana untuk pembangunan infrastruktur. Jika memang dipaksakan untuk dilaksanakan oleh pemerintah maka jalan yang ditempuh pastinya dengan menghutang kepada luar negeri yang tentunya bungannya lebih tinggi dan menimbulkan beban dimasa yang akan datang. Utang pemerintah Indonesia sampai akhir Februari 2010 tercatat sebesar US$ 173,54 miliar atau setara dengan Rp 1.619,96 triliun. Jumlah ini bertambah sekitar Rp 29,3 triliun dibanding jumlah utang RI pada akhir 2009 yang sebesar US$ 169,22 miliar atau Rp 1.590,66 triliun. Demikian data yang dirilis Ditjen Pengelolaan Utang Kemenkeu, Senin (5/4/2010). Utang tersebut terdiri dari pinjaman US$ 65,06 miliar dan surat berharga US$ 108,48 miliar. Dengan menggunakan PDB Indonesia yang sebesar Rp 5.981,37 triliun, maka rasio utang Indonesia tercatat sebesar 27%. Dengan program tex holiday ini merupakan salah satu alternatif bagi pemerintah untuk lebih kreatif dalam mengusahakan pembangunan.

3. Pendekatan Pembangunan
Pembangunan merupakan salah satu tolak ukur perekonomian tingkat perekonomian suatu negara. negara-negara maju rata-rata memiliki tingkat pembangunan yang lebih cepat khususnya menyangkut infrastruktur. Salah satu tujuan pemberian fasilitas tax holiday adalah untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur, khususnya di kawasan Indonesia timur dan daerah-daerah yang terpencil. Seperti diketahu untuk meningkatkan pembangunan daerah dan otonomi daerah maka pemerintah Indonesia memberikan kesempatan untuk beberapa daerah melakukan pemekaran wilayah. Presiden menyebutkan, sejak tahun 1999-2009 telah bertambah 205 daerah otonom baru, yang terdiri dari tujuh provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Dengan penambahan daerah-daerah otonom baru ini, berarti sekarang telah ada 524 daerah otonom, yang terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota. Dari pemaparan presiden tersebut jika dihitung rata-rata maka dalam setahun ada 20 wilayah otonom baru yang terdiri dari 16 kabupaten dan 3 kota. Dengan hitungan rata-rata demikian maka tentunya pemerintah pusat sangat kesulitan untuk memberikan bantuan bagi pembangunan infrastrukur yang memadai. Infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang pembangunan dan aktivitas perekonomian. jika suatu daerah dimekarkan tetapi tidak memiliki infrastruktur yang memadai ibaratnya seperti memaksakan bayi yang baru lahir untuk berjalan. Dengan kenyataan yang demikian maka tentunya diperlukan Investor yang bersedia bekerjasama dengan pemerintah baik pusat maupun daerah untuk pembangunan infrastrukur tersebut. Dengan adanya tax holiday ini merupakan salah satu bentuk konsep kerjasama pemerintah dengan asing untuk menarik Investor dan dengan sendirinya pembangunan akan berjalan lancar dan bisa menciptakan pemerataan pembangunan.
4. Pendekatan Politik
Pendekatan politik yang dimaksudkan disini bahwa tax holiday merupakan suatu cara untuk menarik investor asing ke Indonesia khususnya untuk PMA di bidang infrastruktur berupa sarana-sarana perhubungan dan transportasi dan sarana perekonomian lainnya. Hal ini mengingat bahwa pemerintah tidak memiliki dana untuk dapat mempercepat pemerataan pembangunan di daerah-daerah terpencil atau daerah-daerah yang baru dimekarkan. Dengan masuknya investor asing yang banyak tentunya bahwa hal ini akan menunjang Indonesia dalam memasuki era globalisasi dan memberikan peluang bagi iklin investasi di bidang lain dan tentunya masyarakat bisa memudahkan proses alih teknologi dan menjadi pembelajaran bagi masyarakat indonesia agar lebih profesional di bidangnya.
5. Pendekatan Sosiologis
Berbicara menyangkut aspek sosiologis maka tentunya harus didasarkan pada nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Suatu kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah tentunya bukan hanya mempertimbangkan apek hukum saja melainkan aspek sosiologis masyarakat. Jika kita lihat dari aspek sosiologis maka dengan diberlakukannya tax holiday ini tentunya bertentangan dengan rasa keadilan bagi masyarakat. Disaat masyarakat dituntut oleh negara untuk giat membayar pajak, pemerintah malah memberikan keringanan pejak kepada subjek pajak tertentu. Namun hal ini berbanding terbalik jika kita telaah lebih jauh melihat pada subjek atau badan hukum yang diberikan keringanan pajak dan sektor usaha yang dilakukannya. Pembangunan infrastruktur di daerah-daerah merupakan sarana penunjang bagi perekonomian dan aktivitas warga, jika masyarakat sadar dan paham benar akan manfaat dari kegiatan investasi yang dilakukan maka gejolak rasa ketidakadilan itu bisa diminimalisir. Penyerapan tenaga kerja sebagai dampak dari investasi tersebut tetunya pula membawa suatu pengaruh yang positif karena bisa meningkatkan pendapatan masyarakat.






BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kajian diatas merupakan suatu pemikiran dari sudut pandang makro yang coba memaparkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi jika kebijakan tax holiday itu diterapkan oleh pemerintah. Berdasarkan uraian tersebut maka diperoleh kesimpulan bahwa dari segi hukum kebijakan tersebut masih membutuhkan suatu payung hukum yang jelas di bidang perpajakan dan tentunya membutuhkan analisa dari aspek-aspek yang lain. Dari sudut pandang ekonomi tentunya bahwa kebijakan tersebut jika benar-benar dilaksanakan maka potensi pendapatan negara melalui Pajak penghasilan badan yang seharusnya diperoleh menjadi hilang. namun disisi lain pajak penghasilan orang perorangan akan menjadi meningkat karena penyerapan tenaga kerja dari investasi yang diberikan tax holiday tersebut. Selain itu dari sektor perbankan, sisa pasivanya semakin bertambah karena masuknya modal asing yang besar, hal ini berdampak pada lalu lintas pembayaran semakin baik dan penyaluran dana ke masyarakat maupun pemerintah semaikn lancar. Kebijakan ini juga dari aspek ekonomi menjadi alternatif bagi pemerintah untuk tidak menghutang kepada pihak luar negeri. Dari segi pembangunan kebijakan ini merupakan alternatif lain bagi pemerintah untuk bisa membangun daerah-daerah yang baru dimekarkan dalam hal penyediaan sarana infrastrukur. Kebijakan ini merupakan suatu cara untuk menarik investor asing untuk masuk ke Indonesia dan merupakan strategi politik pemerintah dalam hal pembiayaan pembangunan. Dan dari aspek sosiologis, kebijakan ini dirasa tidak adil bagi masyarakat karena seolah-olah memberikan diskriminasi dalam hal pembayaran pajak. Namun dilain pihak masyarakat pastinya akan merasa puas dengan tersediannya fasilitas infrastruktur yang disediakan oleh investor yang mendapatkan tax holiday.



B. Saran
Adapun beberapa saran penulis menyangkut dampak kebijakan tax holiday ini yakni :
1. Bahwa terlepas dari kebijakan ini akan diberlakukan atau tidaknya, struktur dan sistem perpajakan di Indonesia ini perlu dibenahi terlebih dahulu sehingga tidak menimbulkan polemik bahkan menjadi sarang bagi koruptor untuk mendapatkan keuntungan.
2. Bahwa dilihat dari mekanisme perizinan maka pemerintah pusat harus bisa memberikan batasan yang tegas menyangkut kewenangan perizinan sehingga tidak menimbulkan konflik bagi pemerintah pusatdan daerah, apalagi dengan maraknya pungutan liar. Tentunya hal ini akan menjadi hambatan bagi investor untuk masuk ke Indonesia.
3. Bahwa koordinasi antara Menteri keunagan dan pihak-pihak terkait maupun pemerintah daerah harus dilaksanakan sehingga diperoleh suatu gambaran akan kebutuhan pembangunan dan infrastruktur di daerah-daerah yang akan diberikan fasilitas tax holiday bagi investor.
4. Bahwa pemerintah juga harus mengadakan evaluasi tentang insentif yang telah diberikan selama ini kepada investor, apakah insentif itu telah memberikan suatu manfaat yang berarti.


DAFTAR PUSATAKA

Buku-Buku
Anna Rokmatussah Dyah & Suratman, 2009, Hukum Investasi dan Pasar Modal, Sinar Grafika, Jakarta.
Salim H.S & Budi Sutrisno, 2008. Hukum Investasi Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.
Y. Sri Pudyatmoko, 2006. Hukum Pajak, Andi Ofset, Yogyakarta.
Peter Salim, 2006. The Contemporary Englis-Indonesia Dictionary, Media Pustaka, Jakarta.

Internet
Yoz, http://hukumonline.com/berita/baca/lt4c1832f612a9a/pemerintah-ingin-perkuat-payung-hukum-tax-holiday. tanggal 16 Juni 2010.
http://en.wikipedia.org/wiki/Tax_holiday
http://www.bkpm.go.id/contents/news/278/KEPALA+BKPM+DAN+MENKEU+BAHAS+TAX+HOLIDAY+PEKAN+I

http://maksumpriangga.com/pengertian-dasar-dan-ciri-ciri-pajak-definisi-pajak.html

http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/pajak-pengertian-dan-fungsinya.html

http://www.jakartapress.com/www.php/news/id/12650/Utang-Pemerintah-RI-Capai-Rp-1-619-96-Triliun.jp

http://nasional.kompas.com/read/2010/01/19/18081215/Grand.Design.Pemekaran.Wilayah.Tuntas.Tahun.Ini

Selasa, 13 April 2010

Analisa Hukum Penggunaan Gaji Sebagai Jaminan Atas Kredit Pada Bank Dengan Konstruksi Fidusia

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 telah memberikan suatu perkembangan baru menyangkut objek jaminan fidusia, pembagian benda kedalam dua bagian yakni benda bergerak dan benda tetap, menurut para ahli selain benda tetap tertentu yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang yang pembebanannya dapat menggunakan fidusia, penjaminan dengan fidusia pun telah dikhususkan pula untuk benda bergerak. Hal itu memang terdapat dalam Undang-Undang Fidusia sendiri, jadi prinsipnya selain benda tetap tertentu yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang, jaminan fidusia dapat pula dibebankan untuk benda-benda bergerak bahkan dikatakan lebih lanjut lagi bahwa benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999.
Munculnya lembaga jaminan fidusia sebagai akibat dari tuntutan dan kebutuhan masyarakat serta disertai dengan ciri khas constitum possesorium membawa berbagai dampak bagi sektor ekonomi dan bisnis. pemberian kredit oleh bank semakin banyak ditawarkan kepada masyarakat, baik itu kepada perorangan maupun badan-badan hukum yang membutuhkan dana. Berbagai fasilitas kredit yang ditawarkan oleh pihak bank dengan menggunakan perikatan secara fidusia sudah distandarisasikan dengan menggunakan formulir-formulir yang tidak lain adalah merupakan kontrak baku sehingga masyarakat harus mengikuti prosedur atau ketentuan-ketentuan yang sudah terdapat di dalamnya. Yang menjadi permasalahan bahwa pemberian kredit oleh bank-bank dewasa ini yakni dengan menggunakan gaji atau upah sebagai jaminan dengan konstruksi fidusia.
Gaji atau pengahasilan yang digunakan sebagai jaminan dengan konstruksi fidusia ini tentunya menjadi suatu permasalahan yang perlu diteliti karena ketentuan mengenai objek jaminan fidusia sendiri seperti sudah diutarakan diatas, telah diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. Dengan demikian perlu dikaji kualifikasi objek jaminan fidusia berdasarkan Undang-Undang Jaminan Fidusia terhadap gaji sebagai jaminan atas kredit dengan konstruksi fidusia. Dalam kaitanya dengan itu bahwa jika dikaji ketentuan jaminan fidusia maka pengaturan mengenai objek jaminan tersebut belum secara rinci menyebutkan kriteria lebih lanjut menyangkut benda bergerak yang dapat dikualifikasikan kedalam objek jaminan fidusia. Dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 hanya mengatakan bahwa : Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima Fidusia terhadap kreditur lainya. Selanjutnya menyangkut pasal ini dalam Penjelasan Undang-Undang ini pun dikatakan cukup jelas.
Dengan demikian dalam makalah ini akan dikaji tentang kualifikasi objek jaminan fidusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang kualifikasi benda baik yang terdapat dalam KUHPerdata maupun pendapat-pendapat hukum yang berkaitan dengan itu sehingga dapat memberikan suatu kepastian hukum dalam artian bahwa melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu dasar pembenaran secara yuridis mengenai penggunaan gaji sebagai jaminan atas kredit dengan konstruksi fidusia.

B. Rumusan Masalah
Apakah Gaji yang digunakan sebagai Jaminan atas Kredit dengan konstruksi Fidusia dapat dibenarkan secara Hukum ?





BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Jaminan Fidusia
1. Pengertian Jaminan Fidusia
Berbicara menyangkut jaminan fidusia maka tentunya harus dipahami dahulu tentang pengertian dari jaminan itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia : “Jaminan, yakni tanggungan atas pinjaman yang diterima; Agunan”
Selain itu ada pendapat lain yang mengartikan jaminan :
“Jaminan adalah tanggungan yang diberikan oleh debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur karena pihak kreditur mempunyai suatu kepentingan bahwa debitur harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan”
Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia merumuskan tentang JAMINAN FIDUSIA yaitu :
Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima Fidusia terhadap kreditur lainya.
Dari pengertian diatas dapat ditarik suatu simpulan bahwa jaminan fidusia memiliki unsur-unsur :
a) Hak jaminan.
b) Benda bergerak.
c) Benda tak bergerak khususnya bangunan.
d) Tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.
e) Sebagai agunan.
f) Untuk pelunasan hutang.
g) Kedudukan yang diutamakan.

2. Prinsip dan Syarat Jaminan Fidusia
Beberapa prinsip utama dari jaminan fidusia adalah sebagai berikut:
a). Bahwa secara riil, pemegang fidusia berfungsi sebagai pemegang jaminan saja bukan sebagai pemilik yang sebenarnya.
b). Hak pemegang fidusia untuk mengeksekusi barang jaminan baru ada jika ada wanprestasi dar pihak debitur.
c). Apabila hutang sudah dilunasi, maka objek jaminan fidusia harus dikembalikan kepada pemberi fidusia.
d). Jika hasil penjualan (eksekusi) barang fidusia melebihi jumlah hutangnya, maka sisa hasil penjualan harus dikembalikan kepada pemberi fidusia.
Selain itu agar sahnya peralihan hak dalam konstruksi hukum jaminan fidusia ini haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1). Terdapat perjanjian yang bersifat zakelijk.
2). Adanya titel untuk suatu peralihan hak.
3). Adanya kewenangan untuk menguasai benda dari orang yang menyerahkan benda.
4) Cara tertentu untuk penyerahan, yakni dengan cara constitutum posessorium bagi benda bergerak yang berwujud atau dengan cessie untuk hutang piutang.
3. Objek Jaminan Fidusia.
Kalau dalam waktu yang lampau dalam yurisprudensi berkali-kali disebutkan, bahwa yang bisa menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak saja, maka sekarang perkembangan objek jaminan fidusia tidak hanya meliputi benda bergerak saja namun juga benda tetap tertentu. Ketentuan mengenai objek jaminan fidusia antara lain terdapat dalam pasal 1 ayat (2) dan ayat (4), pasal 9, pasal 10 dan pasal 20 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999.
Benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah sebagai berikut :
a) Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum.
b) Dapat atas benda berwujud.
c) Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang.
d) Benda bergerak.
e) Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan.
f) Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikatkan dengan hipotik.
g) Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan diperoleh kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri.
h) Dapat atas satu-satuan atau jenis benda.
i) Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda.
j) Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek jaminan fidusia.
k) Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
l) Benda persediaan (inventori, stok perdaganggan) dapat juga menjadi objek jaminan fidusia.

B. Gaji Sebagai Jaminan Atas Kredit Pada Bank Dengan Konstruksi Fidusia.
Dalam Pembahasan ini selanjutnya secara rinci dibicarakan mengenai jaminan kebendaan fidusia yang secara spesifik difokuskan pada objek jaminan fidusia. Berbicara menyangkut objek jaminan fidusia maka tentunya tidak terlepas dari pembahasan tentang hukum benda sebagaimana diatur dalam KUHPerdata (B.W) karena memang seperti sudah diutarakan diatas bahwa jaminan fidusia merupakan salah satu bentuk dari jaminan kebendaan.
Dalam pembahasan mengenai hukum benda, diawali dari pengertian benda itu sendiri. Pada umumnya perkataan “Benda” diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat menjadi objek daripada hukum (objek hukum), dalam arti mana dipakai sebagai lawan daripada orang sebagai subjek hukum. Buku II KUHPerdata mempergunakan perkataan “benda” dalam dua istilah yakni benda (zaak) dan barang (goed).
Dalam KUHPerdata, kata zaak dipakai dalam dua arti, yang pertama dalam arti barang yang berwujud dan yang kedua dalam arti bagian daripada harta kekayaan, termasuk zaak selain barang-barang berwujud juga barang-barang tidak berwujud. Pengertian benda secara yuridis adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hak eigendom (hak milik) sebagaimana diatur dalam pasal 499 KUHPerdata. Benda yang dapat menjadi objek hak milik menurut KUHPerdata adalah berupa benda berwujud dan benda tak berwujud. Benda berwujud adalah benda yang dapat ditangkap dengan panca indra. Sedangkan yang tidak berwujud adalah benda yang tidak dapat ditangkap oleh panca indra manusia seperti saham, surat berharga dan sebagainya. Berkaitan dengan itu Sri Soedewi Masychun Sofwan mengatakan bahwa yang merupakan benda itu pertama-tama adalah barang yang berwujud yang dapat ditangkap dengan panca indra tapi barang yang tidak berwujud termasuk benda juga. Pengertian benda seperti itu juga disampaikan oleh Prof. Subekti, S.H. yang mengatakan bahwa benda adalah sesuatu yang berwujud materi.
Selain pengertian benda diatas, adapun pengertian benda menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yakni :
Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek.
Setelah membahas tentang pengertian benda selanjutnya akan dibahas tetang kualifikasi benda. Menurut sistem Hukum Perdata Barat sebagaimana diatur dalam KUHPerdata benda dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Benda yang berwujud (lichamelijk),
Benda tak berwujud (onlichamelijk).
2. Benda yang bergerak,
Benda yang tak bergerak.
3. Benda yang dapat dipakai habis (vebruikbaar),
Benda yang tidak dapat dipakai habis (onverbruikbaar).
4. Benda yang sudah ada (tegenwoordigezaken),
Benda yang akan masih ada (toekomstigezaken).
Benda yang akan ada dibedakan antara
Benda absolute yaitu Benda yang pada suatu saat sama sekali belum ada, misalnya panen yang akan datang,
Benda relative yaitu Benda pada suatu saat itu sudah ada tapi bagi orang-orang tertentu belum ada, misalnya barang-barang yang sudah dibeli belum diserahkan.
5. Benda yang dalam perdagangan (zaken in de handel),
Benda yang diluar perdagangan (zaken buiten de handel).
6. Benda yang dapat dibagi,
Benda yang tidak dapat dibagi.
Pembedaan yang terpenting ialah pembedaan antara benda bergerak dan tak bergerak. Benda tak bergerak itu dibedakan antara:
1. Benda tak bergerak menurut sifatnya : tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon-pohon dan tumbuhan kecil.
2. Benda tak bergerak karena tujuannya : misalnya mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Ini sebetulnya malah benda bergerak tetapi oleh yang mempunyainya dalam pemakaian dihubungkan atau dikaitkan pada benda yang tidak bergerak yang merupakan benda pokok.
3. Benda tak bergerak menurut ketentuan Undang-Undang. Ini berwujud hak-hak atas benda-benda tak bergerak, misalnya hak memungut hasil atas benda tak bergerak, hak memakai atas benda tak bergerak, hipotik dan lain-lain.
Benda bergerak dibedakan atas:
1. benda bergerak karena sifatnya menurut pasal 509 KUHPerdata ialah benda yang dapat dipindahkan: meja, atau dapat pindah dengan sendirinya, misalnya: ternak.
2. benda bergerak karena ketentuan Undang-Undang menurut pasal 511 KUHPerdata ialah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil atas benda bergerak, hak pemakaian (gebruik) atas benda bergerak, saham-saham dan lain-lain.
Menurut hukum islam benda bergerak adalah benda yang mungkin dipindahkan ketempat lain, yaitu benda-benda yang ada diatas tanah, seperti bangunan, pohon, binatang, dan barang-barang
Selain benda bergerak dan benda tidak bergerak, salah satu pembedaan penting dalam kualifikasi benda menurut KUHPerdata yakni benda berwujud dan benda tidak berwujud.
Meskipun dalam rumusan pasal 503 KUHPerdata dikatakan secara tegas bahwa tiap-tiap kebendaan adalah berwujud atau tidak berwujud, namun jika kita simak baik-baik rumusan selanjutnya dalam KUHPerdata, tidak ditemukan secara pasti apa yang dinamakan dengan kebendaan tidak berwujud. Hanya ada 4 pasal dalam KUHPerdata yang selanjutnya menyebutkan istilah kebendaan tidak berwujud yaitu:
1. Pasal 613 yang mengatur tentang pemindahan hak milik atas kebendaan tidak berwujud.
2. Pasal 814 mengenai hak memungut hasil atau bunga.
3. Pasal 1158 tentang gadai atas piutang; dan
4. Pasal 1164 tentang hipotik atas hak-hak tertentu.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan kebendaan tidak berwujud adalah hak-hak, termasuk didalamnya yang diatur dalam pasal 508 KUHPerdata yang mengatur tentang kebendaan tidak berwujud yang termasuk kedalam kebendaan tidak bergerak, dan pasal 511 KUHPerdata yang mengatur kebendaan tidak berwujud yang termasuk dalam kebendaan bergerak. Dengan penafsiran a’contrario dapat dikatakan bahwa semua kebendaan diluar yang disebut dan dinyatakan sebagai kebendaan tidak berwujud adalah kebendaan berwujud.
Berdasarkan hasil seminar hukum jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada tanggal 09 sampai 11 Oktober 1978 di Yogyakarta menyimpulkan bahwa yang dinamakan benda tak berwujud sebenarnya tidaklah lain dari pada “hak-hak” saja, yaitu hak penagihan atau tuntutan (“claims”) yang kebanyakan juga mengenai benda (materi) misalnya : piutang atau tagihan uang, hak menuntut diserahkannya benda, hak oktroi (paten). Untuk memindahkan hak-hak seperti itu harus diserahkan segala surat yang membuktikan adanya tagihan atau tuntutan atau hak atas suatu dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan khusus yang diadakan untuk masing-masing.
Adapun yang disebut dengan kebendaan berwujud, karena memang kebendaan itu dapat dilihat keberadaannya dan disebut kebendaan tidak berwujud, karena kebendaan tersebut tidak memiliki bentuk fisik yang dapat dilihat (yang pada umumnya meliputi hak-hak atas suatu kebendaan yang berwujud).
Selain itu Dr. H. Tan. Kamelo,S.H.,M.S. dalam bukunya berjudul Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, dalam catatan kakinya yang membedakan kriteria benda menurut KUHPerdata mengatakan bahwa yang termasuk benda adalah barang berwujud dan tidak berwujud. Piutang adalah termasuk barang yang tidak berwujud sehingga piutang adalah benda.
Selain kualifikasi benda menurut KUHPerdata dalam hukum adat juga dikenal pembagian benda. Hukum adat tidak mengenal pembedaan antara benda-benda bergerak dengan benda tidak bergerak. Benda dalam hukum adat dibedakan atas benda tanah dan benda bukan tanah. Pembagian benda semacam ini tidak terlepas dari tingginya penghargaan masyarakat terhadap nilai atau arti penting tanah.
Adapun kualifikasi benda selain yang terdapat dalam Undang-Undang sebagaimana yang telah diutarakan diatas, berdasarkan hasil seminar hukum jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada tanggal 09 sampai 11 Oktober 1978 di Yogyakarta menyimpulkan pula bahwa pembagian benda yakni dalam tiga golongan yaitu:
1. Benda tak bergerak.
2. Benda bergerak.
3. Benda tak berwujud atau hak-hak.
Setelah mengetahui tentang benda serta kualifikaai benda maka selanjutnya akan coba dianalisa mengenai kualifikasi objek jaminan fidusia dalam kaitannya dengan penggunaan gaji karyawan sebagai jaminan atas kredit dengan konstruksi fidusia.
Jika kita simak dalam teori-teori tentang hukum benda, maka kualifikasi benda khususnya benda bergerak dan tidak bergerak sebagaimana sudah disebutkan diatas mempunyai arti penting dalam hubungannya dengan 4 hal yakni bezit (kedudukan berkuasa), levering (penyerahan), verjaring (kadaluarsa), bezwaring (pembebanan). Mengenai 4 hal diatas, dalam pembahasan ini secara khusus hanya berkaitan dengan bezwaring (pembebanan) karena menyangkut objek dari benda yang dibebankan atau dijaminankan dengan fidusia. Dalam literatur menyangkut hukum benda disebutkan bahwa yang dapat dibebankan dengan fidusia adalah benda bergerak. Namun dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia telah memberikan suatu kekhususan menyangkut objek jaminan fidusia sebagaimana sudah disebutkan dalam sub bab sebelumnya yakni antara lain terdapat dalam pasal 1 ayat (2) dan ayat (4), pasal 9, pasal 10 dan pasal 20 yang meliputi :
1. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum.
2. Dapat atas benda berwujud.
3. Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang.
4. Benda bergerak.
5. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan.
6. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikatkan dengan hipotik.
7. Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan diperoleh kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri.
8. Dapat atas satu-satuan atau jenis benda.
9. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda.
10. Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek jaminan fidusia.
11. Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
12. Benda persediaan (inventori, stok perdaganggan) dapat juga menjadi objek jaminan fidusia
Jika melihat ketentuan tentang objek jaminan fidusia sebagaimana sudah disebutkan diatas maka tidak terdapat penyebutan secara khusus menyangkut gaji sebagai objek jaminan fidusia, dalam artian bahwa gaji yang digunakan sebagai objek jaminan dengan konstruksi fidusia, belum memiliki landasan yuridis yang pasti. Meskipun demikian perlu adanya suatu analisa mendalam tentang objek jaminan fidusia sebagaimana sudah disebutkan diatas.
Berbicara tentang gaji sebagai objek jaminan atas kredit maka perlu dipahami pula pengertian tentang gaji itu sendiri, hal ini mengingat gaji yang digunakan sebagai objek jaminan atas kredit dengan konstruksi fidusia belum memiliki landasan yuridis yang pasti sebagaimana sudah diuraikan sebelumnya. Gaji dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai upah pekerja yang dibayar dalam waktu yang tetap atau balas jasa yang diterima pekerja dalam bentuk uang berdasarkan waktu tertentu. Dari pengertian diatas maka dapat dikatakan bahwa gaji itu mempunyai persamaan arti dengan upah. Atau dengan kata lain, nama lain gaji adalah upah. Adapun pengertian upah menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yakni hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukannya.
Pengertian gaji diatas tentunya memberikan suatu gambaran bahwa munculnya gaji itu karena adanya suatu perikatan antara pihak pengusaha dengan pekerja atau buruh. Jika dikaitkan dengan permasalahan yang diteliti, gaji atau upah yang diterima seseorang pekerja setiap bulannya karena adanya perikatan antara pekerja tersebut dengan pihak yang memberi kerja atau majikan. Perikatan sebagaimana dimaksud dalam buku III KUHPerdata diartikan sebagai hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan dimana disatu pihak ada hak dan dipihak lain ada kewajiban. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa antara pihak pemberi kerja dengan pekerja telah memiliki hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing. Hubungan hukum yang ada diantara pihak pekerja dan pemberi kerja muncul karena adanya suatu perjanjian kerja. Perjanjian sebagai sumber perikatan, didalamnya berisikan prestasi. prestasi dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.
Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa hubungan hukum antara pihak pemberi kerja atau majikan dan pekerja telah menimbulkan hak dan kewajiban diantara mereka. Dari pihak pemberi kerja disisi lain memiliki hak atas suatu prestasi berupa pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh pekerja atau buruh, selain itu pihak pemberi kerja atau majikan pula mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran gaji atau upah terhadap pekerja atau buruh yang telah bekerja tersebut. sedangkan jika dilihat dari dari pihak pekerja atau buruh maka pekerja atau buruh sebaliknya memiliki kewajiban untuk melakukan suatu pekerjaan sebagaimana yang sudah diperjanjikan, dan sebagai kontraprestasinya maka pekerja atau buruh tersebut berhak atas imbalan yakni pembayaran sejumlah uang atau yang disebut gaji atau upah.
Dari analisa diatas memberikan suatu penjelasan bahwa gaji atau upah itu sebenarnya merupakan suatu hak. Dilihat dari segi kualifikasi hak, maka gaji atau upah dapat dikategorikan sebagai hak nisbi atau hak relatif. Hak nisbi atau relatif itu merupakan hak yang memberikan wewenang kepada seseorang tertentu atau beberapa orang tertentu untuk menuntut supaya seseorang atau beberapa orang lain memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan demikian gaji atau upah sendiri muncul sebagai hak tagih karena prestasi berupa pekerjaan yang telah dilakukan oleh pekerja atau buruh.
Gaji atau upah sebagai suatu hak yakni hak tagih pembayaran sejumlah uang atas prestasi yang telah dilakukan pekerja ini, jika dianalisa lebih jauh maka gaji sebagai hak tagih itu merupakan bagian dari piutang yang dimiliki oleh pekerja atau buruh dalam hubungan hukumnya dengan pemberi kerja. Hal ini mengingat sistem pembayaran gaji yang lazim berlaku adalah sistem pembayaran gaji di belakang setelah pekerja atau buruh tersebut bekerja selama sebulan, hal ini berarti pula bahwa setelah pekerja tersebut bekerja selama sebulan maka pekerja tersebut memiliki hak tagih atau piutang yang berupa gaji atau upah. Selain itu pengertian piutang menurut para ahli antara lain : S. Hadibroto yang mengatakan bahwa Piutang merupakan klaim terhadap pihak lain, apakah klaim tersebut berupa uang, barang atau jasa, untuk maksud akuntansi istilah ini dipergunakan dalam arti yang lebih sempit yaitu merupakan klaim yang diharapkan akan diselesaikan dengan uang. Penjelasan definisi di atas diketahui bahwa piutang secara luas diartikan sebagai tagihan atas segala sesuatu hak perusahaan baik berupa uang, barang maupun jasa atas pihak ketiga setelah perusahaan melaksanakan kewajibannya, sedangkan secara sempit piutang diartikan sebagai tagihan yang hanya dapat diselesaikan dengan diterimanya uang di masa yang akan datang. . Selain pengertian piutang menurut para ahli, dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia secara tegas telah memberikan suatu defenisi tentang piutang yakni hak untuk menerima pembayaran.
Berbagai penjelasan diatas merupakan suatu kajian normatif bagi permasalahan gaji yang digunakan sebagai jaminan atas kredit dengan konstruksi fidusia. ada berberapa jenis benda yang dapat digunakan sebagai objek jaminan fidusia, hak-hak seseorang pun dapat digunakan sebagai objek jaminan fidusia karena termasuk benda tak berwujud. Gaji sendiri merupakan suatu hak yang berupa hak tagih yang muncul sebagai suatu kontraprestasi atas pekerjaan yang telah dilakukan seorang pekerja, sehingga secara normatif gaji itu dapat dikualifikasikan sebagai benda tak berwujud. Sebagai suatu hak yang berupa hak tagih maka jika pembayaran gaji itu dibelakang dalam artian dimasa yang akan datang sebagaimana lazim terjadi, maka gaji itu merupakan piutang. Dengan dicantumkannya pengertian piutang dalam bagian umum Undang-Undang tentang jaminan fidusia maka secara tidak langsung sudah mengandung pengakuan akan piutang sebagai objek jaminan fidusia. Hal ini dipertegas lagi dalam pasal 9 ayat (1) dan (2). Dalam ayat (1) dikatakan bahwa jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. lebih lanjut dalam ayat (2) dikatakan bahwa pembebanan jaminan atas benda atau piutang yang diperoleh kemudian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak perlu dilakukan dengan perjanjian tersendiri.
Selain pengakuan dalam Undang-Undang tentang jaminan fidusia, pengakuan piutang sebagai objek jaminan fidusia antara lain oleh beberapa pendapat hukum diantaranya J. Satrio S.H dalam bukunya berjudul Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, mengatakan bahwa sebagai yang disebut dalam Pasal 1 sub 4 Undang-Undang Fidusia, yang menjadi benda jaminan fidusia tidak hanya benda-benda berwujud saja tetapi juga meliputi benda-benda tidak berwujud, seperti piutang-piutang, yaitu hak tagih. Pendapat itu juga diutarakan oleh Dr. H. Tan Kamelo,S.H.,M.S dalam bukunya Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, yang mengatakan bahwa apabila dipahami dengan cermat Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia, sudah cukup jelas bahwa piutang itu tidak lain adalah benda yang tidak berwujud.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan kajian normatif diatas maka simpulanya bahwa gaji yang digunakan sebagai jaminan atas kredit pada bank-bank umum dengan kontruksi fidusia, dapat dibenarkan secara hukum karena secara yuridis gaji tergolong kedalam benda tak berwujud yang berupa hak yakni piutang. Berdasarkan Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia, piutang dapat dijadikan sebagai objek jaminan.

B. Saran
Hasil kajian diatas memang diketahui bahwa gaji dapat digunakan sebagai jaminan atas kredit dengan kontruksi fidusia, namun belum tentu bahwa serta merta perjanjian tersebut sah sebagai fidusia. Untuk memberikan kepastian hukum maka perjanjian kredit dengan menggunakan jaminan fidusia itu wajib didaftarkan, untuk itu saran penulis agar para pihak yang terlibat sebaiknya pula untuk mendaftarkan objek jaminan tersebut ke kantor Hukum dan HAM di wilayahnya.

Minggu, 21 Maret 2010

Tinjauan Yuridis Kasus PT. Sarijaya Permana Sekuritas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pasar modal Indonesia dengan kegiatan jual-beli saham dan obligasi dimulai pada abad ke-19. Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan oleh Verreniging voor den Effectenhandel pada tahun 1939, jual beli efek telah berlangsung sejak 1880. Pada tanggal 14 Desember 1912, Amserdamse Effectenbueurs mendirikan cabang bursa efek di Batavia. Di tingkat Asia, bursa Batavia tersebut merupakan yang tertua ke-empat setelah Bombay, Hongkong, dan Tokyo.
Kegiatan jual-beli saham dan obligasi pada sekitar awal abad ke-19 tersebut diawali dari kegiatan pemerintah kolonial Belanda yang mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salah satu sumber dana yang digunakan untuk membiayai pembangunan tersebut adalah menggunakan dana dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung merupakan orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk pribumi. Atas dasar itu kemudian pemerintahan kolonial mendirikan pasar modal. Setelah mengadakan persiapan, maka berdirilah secara resmi pasar modal di Indonesia yang terletak di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912 dan bernama Vereniging voor de Effectenhandel (bursa efek) dan langsung memulai perdagangan saat itu juga.
Awal berdirinya pasar modal di Indonesia (Batavia) hanya terdapat 13 anggota bursa yang aktif (lebih bersifat seperti makelar), antara lain :
1. Fa. Dunlop & Kolf;
2. Fa. Gijselman & Steup;
3. Fa. Monod & Co.;
4. Fa. Adree Witansi & Co.;
5. Fa. A.W. Deeleman;
6. Fa. H. Jul Joostensz;
7. Fa. Jeannette Walen;
8. Fa. Wiekert & V.D. Linden;
9. Fa. Walbrink & Co; Wieckert & V.D. Linden;
10. Fa. Vermeys & Co;
11. Fa. Cruyff; dan
12. Fa. Gebroeders.
Sedangkan Efek yang diperjual-belikan, antara lain :
1. Saham dan obligasi perusahaan atau perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia;
2. Obligasi yang diterbitkan pemerintah (propinsi dan kotapraja);
3. Sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda; dan
4. Efek perusahaan Belanda lainnya.
Perkembangan pasar modal di Batavia tersebut begitu pesat sehingga menarik masyarakat kota lainnya untuk bergabung. Untuk menampung minat tersebut, maka pemerintah kolonial juga resmi mendirikan bursa pada tanggal 11 Januari 1925 di kota Surabaya dan 1 Agustus 1925 di kota Semarang. Anggota bursa di Surabaya pada waktu itu, antara lain :
1. Fa. Dunlop & Koff;
2. Fa. Gijselman & Steup;
3. Fa. V. Van Velsen;
4. Fa. Beaukkerk & Cop; dan
5. N. Koster.
Sedangkan anggota bursa di Semarang pada waktu itu, antara lain :
1. Fa. Dunlop & Koff;
2. Fa. Gijselman & Steup;
3. Fa. Monad & Co, Fa. Companien & Co; dan
4. Fa. P.H. Soeters & Co.
Perkembangan pasar modal di Indonesia pada waktu itu cukup menggembirakan. Hal tersebut terlihat dari nilai efek yang tercatat yang mencapai NIF 1,4 milyar (jika di indeks dengan harga beras yang disubsidi pada tahun 1982, nilainya adalah sekitar 7 triliun Rupiah) yang berasal dari 250 macam efek. Namun kondisi tersebut tidak dapat dipertahankan pada permulaan tahun 1939 ketika keadaan politik di Eropa sedang menghangat dengan semakin memuncaknya kekuasaan Adolf Hitler di Jerman dan sebagian wilayah Eropa. Melihat keadaan tersebut, pemerintah Hindia Belanda kemudian mengambil kebijaksanaan untuk memusatkan perdagangan efeknya di Batavia dan menutup bursa efek di Surabaya dan Semarang. Kondisi tersebut juga tidak berlangsung lama, pada tanggal 17 Mei 1940 secara keseluruhan kegiatan perdagangan efek ditutup dan dikeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa semua efek-efek harus disimpan dalam bank yang ditunjuk oleh pemerintah Hindia Belanda. Penutupan ketiga bursa efek tersebut sangat mengganggu likuiditas efek, menyulitkan para pemilik efek, dan berakibat pula pada penutupan kantor-kantor pialang serta pemutusan hubungan kerja. Selain itu juga mengakibatkan banyak perusahaan dan perseorangan enggan menanam modal di Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pecahnya Perang Dunia II menandai berakhirnya aktivitas pasar modal pada zaman penjajahan Belanda.
Pasca kemerdekaan Republik Indonesia, pada tahun 1950 pemerintah Indonesia mengeluarkan obligasi Republik Indonesia, hal tersebut menandakan mulai aktifnya pasar modal Indonesia. Pada tanggal 31 Juni 1952, bursa efek di Jakarta (pada zaman penjajahan merupakan bursa efek Batavia) dibuka kembali. Penyelenggaraan bursa tersebut kemudian diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-Efeknya (PPUE). Namun pada tahun 1958, terjadi kelesuan dan kemunduran perdagangan di bursa sebagai akibat konfrontasi pemerintah Indonesia dengan Belanda.
Pemerintahan di masa Orde Baru kemudian berusaha untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang Rupiah. Pemerintah melakukan persiapan khusus untuk membentuk pasar modal kembali. Pada tahun 1976, pemerintah membentuk Badan Pembina Pasar Modal (Bapepam) dan PT. Danareksa. Hal tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah untuk membentuk pasar uang dan pasar modal. Pada tanggal 10 Agustus 1977, berdasarkan Keppres RI No. 52 Tahun 1976, pasar modal diaktifkan kembali. Perkembangan pasar modal selama tahun 1977–1987 mengalami kelesuan. Pada tahun 1987-1988, pemerintah menerbitkan paket-paket deregulasi. Paket deregulasi ini, antara lain :
1. Paket Desember 1987 (Pakdes 87);
2. Paket Desember 1988 (Pakto 88); dan
3. Paket Desember 1988 (Pakdes 88).
Penerbitan paket deregulasi di atas menandai lahirnya liberalisasi ekonomi Indonesia. Dampak dari adanya ketiga kebijakan tersebut adalah pasar modal Indonesia menjadi aktif hingga sekarang.
Struktur pasar modal di Indonesia pada tingkat tertinggi berada pada Menteri Keuangan yang menunjuk Bapepam sebagai lembaga pemerintah yang melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan pasar modal. Sedangkan bursa efek bertindak sebagai pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak lain dengan tujuan untuk memperdagangkan efek di antara mereka.
Marak dan rumitnya kegiatan pasar modal menuntut adanya perangkat hukum yang mengatur agar pasar dapat lebih teratur, adil, dan tidak merugikan para pihak. Dengan demikian, hukum pasar modal harus mengatur segala segi yang berkenaan dengan pasar modal. Di Indonesia, terdapat Undang-Undang Pasar Modal, yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Menurut undang-undang tersebut, Bapapem diberi kewenangan sebagai pengawas dan memiliki otoritas penyelidikan serta penyidikan.
Aktivitas pasar modal Indonesia dewasa ini telah menjadi salah satu potensi perekonomian nasional dan memiliki peranan yang penting dalam menumbuh-kembangkan perekonomian nasional. Dukungan sektor swasta juga telah menjadi kekuatan nasional sebagai dinamisator aktivitas perekonomian nasional. Namun sayangnya, pasar modal di Indonesia masih didominasi oleh pemodal asing. Idealnya dalam pasar modal perlu ada keseimbangan antara pemodal asing dengan pemodal dalam negeri. Beberapa pihak di Indonesia juga masih menganalogikan pasar modal dengan arena judi, bukan sebagai sarana investasi, hal ini kemudian mengakibatkan peningkatan fluktuasi dan merugikan investor minoritas.
Indonesia dulu memiliki dua bursa efek, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES), yang masing-masing dijalankan oleh perseroan terbatas. Pada September 2007, BEJ dan BES digabungkan (merger) menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Melalui merger ini diharapkan dapat makin memberikan peluang bagi perusahaan-perusahaan untuk bergabung dan meramaikan pasar modal Indonesia. Keuntungan yang diperoleh melalui penggabungan tersebut adalah, biaya pencatatan menjadi lebih murah, karena hanya mencatatkan saham secara single listing, sudah terakreditasi pada BEI. Sedangkan bagi anggota bursa, dengan menjadi anggota bursa atau pemegang saham BEI mereka dapat langsung menembus pasar. Bagi investor penggabungan ini menjadikan makin banyaknya pilihan investasi, karena tidak ada lagi pembedaan pasar BES dan BEJ, karena produk investasi ditawarkan dalam satu atap yaitu BEI.
Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Di bidang ekonomi sasaran pembangunan jangka panjang kedua adalah terciptanya perekonomian yang mandiri dan handal, dalam rangka mencapai sasaran tersebut diperlukan berbagai sarana penunjang antara lain berupa tatanan hukum yang mendorong menggerakkan dan mengandalkan berbagai kegiatan pembangunan di bidang ekonomi, diantaranya adalah ketentuan di bidang pasar modal yang pada saat ini masih didasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, dengan adanya peraturan tersebut diharapkan pasar modal Indonesia dapat berkembang dalam iklim yang lebih kondusif, artinya keberpihakan hukum itu tidak lain untuk melindungi kepentingan investor di pasar modal dari praktek curang dan kejahatan pasar modal pada umumnya.
Implementasi keberpihakan hukum atas kepentingan investor, pelaku pasar seperti emiten, perusahaan efek, dan pelaku pasar yang lain, wajib menjalankan prinsip-prinsip keterbukaan informasi dalam segala aspek ekonomis yang berlangsung di pasar. Oleh karena itu peranan dari Bapepam sebagai satu-satunya lembaga otoritas di pasar modal menjadi sangat penting untuk memberikan efektifitas dalam pengawasan di bidang pasar modal.
Berdasarkan hal tersebut, maka berbagai masalah yang ada untuk kemudian diselesaikan salah satunya adalah, upaya-upaya apakah yang perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan investor dari pelanggaran dan kejahatan pasar modal di Indonesia?
Transaksi efek cukup rentan terhadap tindakan pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab serta hanya berorientasi pada keuntungan semata tanpa memperhatikan prinsip fairness dalam berbisnis. Untuk mengantisipasi adanya pelanggaran dan kejahatan tersebut, maka diperlukan pembaruan peraturan perundang-undangan dan ketegasan dalam penegakan hukum serta peningkatan fungsi pengawasan, karena keberadaan pasar modal yang didasarkan atas undang-undang yang baik diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, sehingga adanya kepastian hukum tidak lain adalah untuk melindungi kepentingan investor di pasar modal agar terhindar dari praktek curang dan kejahatan pasar modal pada umumnya. Selain itu pelaku pasar dalam bertransaksi juga wajib menjalankan prinsip-prinsip keterbukaan informasi dalam segala aspek ekonomis yang berlangsung dipasar, dimana hal tersebut sangat dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan dalam berinvestasi.
Terkait dengan kejahatan di bidang pasar modal, pada awal tahun 2009 muncul dua berita ekonomi terhangat di Indonesia yang memuat informasi adanya bank terkenal dan broker saham di Indonesia yang melakukan penggelapan dana nasabahnya, yaitu kasus Bank Century dan Sarijaya Sekuritas. Kasus Bank Century bermula dari kalah kliringnya bank tersebut di Bank Indonesia. Karena Bank Century mengalami kesulitan likuiditas, pemerintah akhirnya mengambil alih Bank Century melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), walaupun masalah likuiditas merupakan hal yang wajar, terutama dalam krisis finansial, tetapi ada beberapa hal yang ditanyakan investor, termasuk kaitan dengan reksadana Antaboga dan lain-lain. Sedangkan kasus Sarijaya Sekuritas bermula dari tindakan penggelapan dana nasabah dengan cara pembuatan rekening gelap yang dilakukan untuk bertransaksi saham. Komisaris utama sekaligus pemiliknya adalah yang dituduh oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) sebagai dalang dibalik penggelapan ini.
Kasus penggelapan yang dilakukan oleh Bank Century dan Sarijaya Sekuritas telah merugikan konsumen serta menciderai kepercayaan nasabah bank dan investor di Indonesia, apalagi dalam keadaan sistem perbankan dan pasar saham global yang sedang terpuruk. Yang teramat sayang untuk dikatakan adalah bahwa Sarijaya Sekuritas merupakan salah satu broker besar yang dipercaya nasabah/investor selama ini. Bahkan dalam beberapa milis yang ada, Sarijaya Sekuritas merupakan broker yang cukup banyak direkomendasikan oleh para investor yang sudah terlebih dahulu berinvestasi di pasar saham.
Kasus Sarijaya Sekuritas (secara lebih lengkap disebut dengan PT. Sarijaya Permana Sekuritas) awalnya terjadi dari tindakan presiden komisaris dan pemilik tunggalnya yang secara ilegal menggunakan dana yang dimiliki oleh 8.700 nasabahnya sebesar 245 milyar Rupiah untuk membeli saham dan memberi pinjaman dana melalui 17 rekening baru yang fiktif. Pada intinya, dana nasabah yang seharusnya dibelikan saham sesuai instruksi para nasabah dan dicatat oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) justru digunakan oleh pemilik Sarijaya Sekuritas untuk melakukan transaksi pribadinya. Berikut juga muncul dugaan jika pemilik meminjamkan dana tersebut dengan jaminan saham. Hal tersebut kemudian berakibat panjang ketika pasar saham sedang terpuruk peminjam dana justru menunggak dan pemilik Sarijaya Sekuritas mengalami kerugian besar karena nilai saham yang dijamin merosot tajam.
Kasus penggelapan dana nasabah Sarijaya Sekuritas oleh komisaris utama sekaligus pemilik tunggalnya telah menghancurkan kepercayaan para investor lokal pasar modal terhadap perusahaan sekuritas. Jika kepercayaan para investor pasar modal sudah hancur, maka akan sangat sulit dan butuh waktu yang lama untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat untuk kembali berinvestasi di pasar modal. Karena kasus ini, para perusahaan sekuritas lain bekerja keras untuk meyakinkan para nasabahnya agar tetap berinvestasi dan tidak menarik dananya.
Terjadinya kasus Sarijaya Sekuritas sungguh disesalkan, karena hingga saat ini Bapepam dan otoritas bursa lainnya tengah berupaya keras mendorong perkembangan investor ritel lokal, dengan adanya kasus ini investor mudah pergi dari pasar modal. Perlu diingat juga bahwa komisaris utama sekaligus pemilik tunggal Sarijaya Sekuritas adalah orang yang sudah cukup lama di pasar modal, sehingga banyak pihak yang tidak menyangka dan menyesalkan kenapa yang bersangkutan melakukan hal tersebut.
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) dan Bapepam-LK memiliki pendapat yang berbeda untuk kasus Sarijaya Sekuritas, apakah masuk kedalam kejahatan pasar modal atau pidana umum. Mabes Polri menyatakan bahwa kasus ini masuk kedalam kejahatan pasar modal sehingga perlu ditindak sesuai dengan Undang-Undang Pasar Modal. Sedangkan Bapepam-LK menganggap kasus ini bukan termasuk kejahatan pasar modal, melainkan pidana umum, yaitu penggelapan dan pencucian uang.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan dua permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah kasus sarijaya sekuritas termasuk dalam kejahatan di bidang pasar modal?
2. Bagaimanakah peran Bapepam-LK dalam menyelesaikan kasus Sarijaya Sekuritas?
















BAB II
PEMBAHASAN

A. BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN
1. Rincian Tugas Bappepam Versi Undang-Undang Pasar Modal
Undang- undang Pasar Modal memformulasikan kedudukan dan fungsi Bappepam secara multi formasi, yaitu secara (1) pengaturan umum,(2) pengaturan terperinci,dan (3) pengaturan sporadis.
1. Pengaturan Umum
Secara umum, Undang undang Pasar Modal mengatur kewengan dan tugas Bapepam sebagai:
(a) Lembaga Pembina
(b) Lembaga Pengatur
(c) Lembaga Pengawas
Ketiga kewenangan tersebut haruslah dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan terciptanya suatu asar modal yang:
(a) Teratur
(b) Wajar
(c) Efisien
(d) Melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat
Sementara itu, pelaksanaan kewenangan Bapepam sebagai lembaga pengawas dapat dolakukan secara:
(a) Preventif, yakni dalam bentuk aturan, pedoman, bimbingan dan pengarahan, dan
(b) Represif, yalni dalam bentuk pemeriksaan, penyidikan dan penerapa sanksi-sanksi.
Fungsi Bapepam sepeti tersebut apabila dapat dilaksanakan dengan benar, sebenarnya memang sudah sesuai dengan prinsip prinsip hukum pasar modal secara global. Sebab, dimana-mana yang namanya otoritas pasar modal, seperti juga SEC di USA itu, selalu mempunyai 3 fungsi utama yaitu :
(1) Fungsi Rule Making. Dalam hal ini otoritas pengawas dapat membuat aturan- aturan main untuk pasar modal.fungsinya seperti ini juga disebut fungsi Quasi Legislative Power. Jadi merupakan kewenangan legislative.
(2) Fungsi Adjudicatory. Ini merupakan fungsi otoritaspengawas untuk melakukan funfgsinya sebagai quasi judicial power.jadi meru[pakan kewenangaqn judicial seperti yang dilakuka oleh suatu badan peradilan. Termasuk ke dalam fungsi ini misalnya megadili dan memecat atau mencabut ijin ataupun melarang pihak-pihak tertentu di pasar modal untuk ikut berpartisipasi dalam keiatan-kegiatan pasar modal.
(3) Fungsi Investigatory- Enforcemant. Fungsi ini membuat otoritas pengawas mempunai wewenang investigasi dan enforcement. Dan ini dilakukan dengan memberikan kepada Bapepam kewenangan penyelidikan dan penyidikan, yang membuatnya menjadi semacam polisi khusus.
2. Pengaturan Terperinci
Pengaturan tentang kewenangaqn Bapepam secara terperinci dapat diketemukan dalam pasal 5 UUPM no.8 tahun 1995, yaitu sebagai berikut:
(1) Memberikan izin usaha kepada para pelaku pasar modal, dalam hal ini kepada :
a. Bursa Efek, Lembagfa Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyipanan dan Penyelesaian m, Reksa Dana, Perusahaan Efek, penasihat Investasi,dan Biro Administrasi Efek.
b. Izin orang perseorangan bagi wakil Penjamin Emisi Efek, Wkil Perantara,Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi.
c. Persetujuan bagi Bank Kustodian.
(2) Mewajibkan pendaftaran profesi penunjang pasar modal ( notaries,konsultan hukum,akuntan dan penilai) dan Wali Amanat.
(3) Menetapkan persyaratan dan ata cara pencalonan dan memberhentikan untuk sementara komisaris dan/atau direksiserta menunjuk manajemen sementara Bursa Efek, lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sampai dengan dipilihnya komisaris dan/atau direksi yang baru.
(4) Menentukan persyaratan dan prosedur pernyataan pendaftarn serta menyertakan , menunda ataumembatalkan efektifnya pernyataan pendaftaran.
(5) Melakukan pemeriksaan dan penyelidkan terhadapsetia[p pihak dalam hal terjadinya peristiwa yang diduga merupakan pelanggaraqn terhadap UUPM atau peraturan perUU pelaksanaan lainnya.
(6) Mewajibkan setiap pihak yang bersangkutan untuk:
a. menghentikan aatau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan pasar modal: atau.
b. Mengambil langkah –langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang mnculdari iklan atau promrsi tersebut.
(7) Melakukan pemeriksaan terhadap:
a. setiap emiten atau perusahaan public yang telah atau diwajibkan menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam.
b. Pihak yang dipersyaratkan mempunyai izin usaha. Izin orang perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan Undang undang ini.
(8) Menunjuk pihak lain untuk melakukan pemerksaan tertantu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam poin (7) tersebut di atas.
(9) Mengumumkan hasil pemeriksaan.
(10) Guna kepentingan pemodal, membatalkan dan membekukan pencatatan suatuefek pada suatu bursa efek atau menghentikan transaksi Bursa Efek tertentu untuk jangka waktu tertentu.
(11) Menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat.
(12) Memeriksa keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksioleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud.
(13) Menetapkan biaya perijinan , persetujuan , pendaftaran, pemeriksaan dan penelitian serta biaya lain dalam rangfka kegiatan pasar modal.
(14) Melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakatsebagai akibat pelanggaran aas ketentuan dibidang pasar modal.
(15) Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas perundang-undangan pasar modal.
(16) Menetapkan instrument lain sebagai efek selain dari Surat Pengakuan Utang, Surat Berharga Komersial, Saham, Obligasi, Tanda Bukti Utang,Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif,KOnrak Berjangka atas Efek, dan setiap Derivatif dari efek.
(17) Melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan UUPM.
Pengaturan Secara Sporadis
Selain kewenangan Bapepam seperti diatas, yaknibkewenangan yang bersifat umum dan kewenangan terperinci, masih ada lagi kewenangan Bapepam yang lainyang tersebar secara sporadisnbaik diberikan UUPM, yang pada prinsipnya merupakan penegasan atau pengejawantahanlebih lanjut dari kwewenangan Bapepam seperti yang telah disebutkan diatas.
2. Kewenangan Bapepam Sebagai Lembaga Pemeriksa
Sebagai salah satu bentuk konkretisasi dari peran Bapepam sebagai lembaga pengawas adalah kewenangan Bapepam untuk melakukan pemeriksaan. Yakni pemeriksaan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap UUPM. Atau seperti yang dijelaskan dalam PP No. 46 Tahun 1995 tentang tata cara pemeriksaan di Bidang Pasar Modal, bahwa yang dimaksud pemeriksaan adalah kegiatan mencari, mengumpulkan , damn mengolah data dan/atau keterangan lain yang dilakukan oleh pemeriksa untuk membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran atas perundang-undangan di bidang pasar modal.
Maka dalam rangka pelaksanaan tugasnya selaku lembaga pemeriksa tersebut, Bapepam dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
(2) Meminta keterangan dan/atau konfirmasi dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap perundang-undangan di pasar modal atau pihak lain jika dianggap perlu;
(3) Mewajibkan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap perundang-undangan di bidang pasar modal untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan tertentu.
(4) Memeriksa dan/atau membuat salinan terhadap catatan , pembukuan , dan/atau dokumen lain, baik milik pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam peelanggaran perundang-undangan di bidang pasar modal, ataupun pihak lain jika dianggap perlu.
(5) Menentukan syarat dan/atau mengizinkan pihakyang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap perundang-undangan di pasar modal untuk melakukan tindakan tertentu yang diperlukan dalam rangka penyelesaian kerugian yang timbul.
Suatu pemeriksaan oleh Bapepam baru dapat dilakukan jika:
(a) Terdapat laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tertentu tentang adanya pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(b) Tidak dipenuhinya kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang memperoleh perizinan, persetujuan atau pendaftaran dari Bapepam atau pihak lain yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada Bapepam , atau
(c) Terdapat petunjuk tentang terjadinya pelanggaran atas perundan-undangan di bidang pasar modal.
Dalam melakukan pemeriksaan , haruslah dipenuhi norma-norma yang disebut dengan norma pemeriksaan , yang terdiri dari (1) norma pemeriksa yang menyangkut dengan pemeriksa,(2) norma pemeriksaan yang menyangkut dengan pelaksanaan pemeriksaan,(3) norma pemeriksaan yang menyangkut dengan pera pihak yang diperiksa.
3. Kewenangan Bapepam Sebagai Penyidik
Salah satu kewenangan Bapepam yang cukup spektakuler dan fantastis adalah kewenangan untuk melakukan penyidikan di pasar modal. Kewenangan penyidikan ini juga merupakan pengejawantahan dari peran Bapepam sebagai suatu lembaga pengawas. Kewenangan penyidikan ini dapat digunakan oleh Bapepam apabila menurut pendapatnya telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang di bidang apasar modal, yang mengakibatkan kerugian bagi kepentingan pasar modal atau kepentingan masyarakat.
Maka , dalam hal ini, sesuai dalam keentuan KUHAP, oleh Undang-undang Pasar Modal dibereikanlah wewenang khusus sebagai penyidik terhadap pejabat pegawai negeri tertentu di lingkungan Bapepam. Mereka inilah yang dalam praktek sering disebut Polisi Khusus (Polsus), yang memang dimungkinkan oleh KUHAP. Pasal 6 ayat (1) hurup b dari KUHAP menentukan bahwa pejabat pegawai negeri sipil tertentu dapat diberi wewenang khusus oleh unfdang-undang untuk menjadi penyidik.
Kedudukan dan kewenangannya sebagai lembaga penyidik bukanlah “terusan” dari kedudukannya sebagai lembaga pemeriksa, melainkan merupakan kewenangan yang mandiri., karena itu, dapat saja Bapepam langsung menggunakan kewenangan penyidikan (jika ada alas an untuk itu) tanpa harus sebelumnya melakukan tindakan yang tergolong kedalam kewenangan pemeriksaan.
Selanjutnya , kewenangan penyidikan dari Bapepam ini dapat di perincikan sebagai berikut:
(1) Menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya trindak pidana di bidang pasar modal.
(2) Melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana dibidang pasar modal
(3) Melakukan penelitian terhaqdap pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang pasar modal
(4) Memanggil, memeriksa, dan meminta keterangan dan barang bukti dari setiap pihak yang disangka melakukan , atau sebagai saksi dalam tindak pidana dibidang pasar modal.
(5) Melakukan pemeriksaan atas pembukuan , catatan, dan dokumenlain berkenaan dengan tindak pidana dibidang pasar modal.
(6) Melakukan pemeriksaan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan , pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan barang bukti dalam perkara pidana di bidang pasar modal.
(7) Memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat tindak pidana di bidang pasar modal.
(8) Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang pasar modal.
(9) Menyatakan saat dimulai dan dihentikannya penyidikan.
(10) Mengajukan permohonan ijin kepada meteri untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan dari tersangka pada bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan.
(11) Memberitahukan dimulainya penyidikan dan penyampaian hasil penyidikan kepada penuntut umu sesuai dengan KUHAP.
(12) Meminta bantuan aparat penegak hukum lainnya.



B. LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN (LKP) DAN LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN (LPP)
1. LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN (LKP)
Menurut Pasal 1 angka 8 Undang - Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) adalah pihak yang menyelenggarakan jasa kiring dan penyelesaian Transaksi Bursa. berdasarkan UUPM maka PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) didirikan untuk menyediakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa yang teratur, wajar dan efisien.
KPEI didirikan sebagai perseroan terbatas berdasarkan akte pendirian No. 8 tanggal 5 Agustus 1996 di Jakarta oleh PT Bursa Efek Indonesia dengan kepemilikan 100% dari total saham pendiri senilai Rp 15 miliar. KPEI memperoleh status sebagai badan hukum pada tanggal 24 September 1996 dengan pengesahan Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Pada tanggal 1 Juni 1998, KPEI mendapat izin usaha sebagai LKP berdasarkan Surat Keputusan Bapepam No. Kep-26/PM/1998. (www.kpei.com, diakses pada tanggal 13 Januari 2010).
Adapun ruang lingkup kegiatan KPEI adalah sebagai berikut ;
4. Ruang Lingkup Kegiatan Kliring
a. Melaksanakan kegiatan kliring atas semua transaksi Bursa untuk produk Ekuitas, Derivatif dan Obligasi pada Bursa Efek di Indonesia.
b. Melaksanakan proses penentuan hak dan kewajiban Anggota Klirng yang timbul di Transaksi Bursa
4. Ruang Lingkup Kegiatan Penjaminan
a. Melaksanakan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa untuk produk ekuitas dan produk derivatif.
b. Memberikan kepastian dipenuhinya hak dan kewajiban bagi Anggota Kliring yang timbul dari transaksi bursa. (www.kpei.com, diakses pada tanggal 13 Januari 2010).
Sekilas tentang Layanan KPEI
1. Jasa Kliring Transaksi Bursa
KPEI sebagai mitra pengimbang sentral (central counterparty) dalam kegiatan kliring dan penyelesaian transaksi terhadap lebih dari 120 perusahaan Efek yang terdaftar di Bursa, berkewajiban untuk menerapkan standard-standard internasional dalam proses otomatisasi proses kliring dan penyelesaian transaksi bursa. Dengan demikian proses kliring, penyelesaian transaksi, dan penjaminan dapat berjalan dengan lebih wajar, teratur, efisien sehingga dapat meminimisasi risiko penyelesaian transaksi bursa baik saham maupun derivatif.
Proses kliring adalah suatu proses penentuan hak dan kewajiban Anggota Kliring yang timbul dari Transaksi Efek yang dilakukannya di Bursa Efek dengan agar masing-masing Anggota Kliring mengetahui hak dan kewajiban baik berupa Efek maupun uang yang harus diselesaikan pada tanggal penyelesaian Transaksi Bursa.
2. Jasa Penjaminan
KPEI menyediakan jasa penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa bagi Anggota Kliring yang bertransaksi di BEI. Jasa penjaminan adalah jasa untuk memberikan kepastian dipenuhinya hak dan kewajiban Anggota Kliring yang timbul dari Transaksi Bursa. Dengan kata lain fungsi penjaminan bertujuan memberi kepastian terselenggaranya Transaksi Bursa bagi Anggota Kliring yang sudah memenuhi kewajibannya, kepastian waktu penyelesaian, penurunan frekuensi kegagalan penyelesaian transaksi, dan pada akhirnya meningkatkan kepercayaan investor untuk bertransaksi di pasar modal Indonesia.
Dalam fungsi penjaminan, KPEI bertindak sebagai mitra pengimbang / lawan (counterparty) bagi seluruh Anggota Kliring yang bertransaksi di Bursa. Hal tersebut dimungkinkan dengan kliring secara netting dengan novasi, sehingga masing-masing Anggota Kliring hanya berhubungan dengan KPEI dalam penyelesaian Transaksi Bursanya. Dengan demikian risiko dari masing-masing Anggota Kliring diserap oleh KPEI sehingga tidak menimbulkan gangguan lebih jauh terhadap pasar.
Penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa adalah kewajiban KPEI untuk seketika dan langsung mengambil alih tanggung jawab Anggota Kliring yang gagal memenuhi kewajiban yang terkait dengan Transaksi Bursa yang dilakukannya. KPEI wajib menyelesaikan setiap kegagalan Anggota Kliring dalam melakukan transaksi Bursa.
Melalui sistem e-CLEARS(r) (Electronic Clearing & Guarantee System) dan ARMS (Automated Risk Monitoring System), KPEI mengendalikan risiko-risiko yang berpotensi mengakibatkan kegagalan Transaksi Bursa.Adapun kegiatan pengendalian risiko yang dilakukan oleh KPEI tersebut meliputi:
1. Pemantauan Profil Risiko Keanggotaan
2. Pemantauan Modal Kerja Bersih disesuaikan (MKBD)
3. Penilaian & Pemantauan Agunan
4. Penentuan & Pemantauan Pembatasan Perdagangan (Trading Limit)
5. Pengelolaan Dana Jaminan
Jasa Pinjam Meminjam Efek
Hal ini bertujuan membantu Anggota Kliring untuk memenuhi kebutuhan Efek sementara untuk menghindari terjadinya kegagalan penyelesaian Transaksi Bursa.
4. Jasa Terkait Pasar Modal Lain
Sesuai dengan ketentuan di dalam UUPM, KPEI dapat menawarkan jasa lain di lingkungan pasar modal. (www.kpei.com, diakses pada tanggal 13 Januari 2010).


2. LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN (LPP)
Pasal 1 angka 10 UU PM memberikan pengertian bahwa LPP adalah pihak yang meyelenggarakan kegiata Kustodian sentral bagi Bank Kustodian, Perusahaan Efek, dan Pihak Lain. PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) didirikan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 1997 dan pada tanggal 11 November 1998 KSEI memperoleh izin usaha sebagai Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Sesuai dengan ketentuan UUPM, KSEI berfungsi untuk menyediakan jasa kustodian sentral dan penyelesaian transaksi Efek yang teratur, wajar, dan efisien. Pengertian Kustodian sendiri secara Otentik ditafsirkan oleh Pasal 1 angka 8 UUPM, yang menyebutkan bahwa Kustodian adalah Pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. (www.ksei.com, diakses pada tanggal 13 Januari 2010).
Hingga 31 Desember 2007, saham KSEI dimiliki oleh Bank Kustodian sebesar 36%, Perusahaan Efek 33,5%, SRO (BEI dan KPEI) sebanyak 26,5%, dan Biro Administrasi Efek 4%. Bersama-sama dengan Bursa Efek serta Lembaga Kliring dan Penjaminan, sejak 17 Juli 2000 KSEI berhasil melakukan terobosan baru dengan mengimplementasikan perdagangan Efek tanpa warkat (scripless trading) di pasar modal Indonesia. Scripless trading ini sangat bermanfaat bagi para pelaku pasar modal, antara lain: meningkatkan faktor keamanan, mengurangi beban penyelesaian transaksi, mengurangi biaya dan mempermudah serta mempercepat pendistribusian corporate action. Selain itu, untuk menciptakan efisiensi di pasar modal dan mengantisipasi perkembangan pasar modal yang sangat dinamis, KSEI memperkenalkan The Central Depository and Book Entry Settlement System atau lebih dikenal dengan C-BEST. Sistem ini merupakan platform elektronik terpadu yang mendukung penyimpanan Efek tanpa warkat dan penyelesaian transaksi Efek secara pemindahbukuan di pasar modal Indonesia. Melalui peranan C-BEST, KSEI bersama-sama dengan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) menjadi bagian dari suatu tatanan komprehensif dan terpadu yang berfungsi sebagai lembaga yang memberikan fasilitas untuk transaksi Efek yang transparan, efisien dan andal. (www.ksei.com, diakses pada tanggal 13 Januari 2010).
Dalam transaksi keuangan, dikenal jargon technology creates its own market, yang diartikan bahwa teknologi dalam pasar modal memegang peranan penting. Sebagai salah satu fasilitator dalam aktivitas di pasar modal Indonesia, manajemen KSEI senantiasa melakukan pengembangan teknologi terhadap sektor ini. Sejak diluncurkan pada bulan Juli 2000, total aset yang tercatat di C-BEST (data per 31 Desember 2007) sebesar Rp 1.298,25 triliun. Untuk mendukung layanan jasa KSEI yang semakin variatif, KSEI juga terus melakukan pengembangan dan penyempurnaan terhadap sistem teknologi informasi. Misalnya, implementasi Real Time Straight Through Processing Connection. Melalui fasilitas ini, C-BEST mampu berkomunikasi secara host to host connection dengan sistem back office Pemegang Rekening. Sehingga, keterlibatan manusia dalam pengiriman dan penerimaan message akan semakin berkurang. Rencana implementasi The Central Fund Settlement System (C-TRUST) juga tidak lepas dari fokus KSEI. Melalui sistem ini, proses transaksi Reksa Dana bisa dilakukan dengan cepat, aman dan efisien. (www.ksei.com, diakses pada tanggal 13 Januari 2010).
Mekanisme Transaksi Efek di Bursa (Bahan Kuliah Mata Kuliah Hukum Pasar Modal Prof. Nindyo Pramono)



Perusahaan Efek
Bank Kustodian
Perusahaan Efek
Bank Kustodian








3. STRUKTUR KELEMBAGAAN PASAR MODAL
berdasarkan UU no. 8 Tahun 1995, PP No. 45 Tahun 1995, dan Kep. Menkeu No. 654 Tahun 1995 ( M. Irsan Nasarudin, dkk. 2008 : 114)




LPP (KSEI) Bursa Efek Indonesia
LKP (KPEI)
Perusahaan Efek
Penjamin Emisi
(under writer) Perantara/ Pedagang
(broker) Manajer Investasi
(Investment Manajer)
Profesi Penunjang Lembaga Penunjang
Akuntan, Notaris, Penilai, Konsultan Hukum, Penasehat Investasi Kustodian, Badan Administrasi Efek, Penanggung, Pemeringkat Efek, Wali Amanat













C. KEJAHATAN DI BIDANG PASAR MODAL
Kejahatan di bidang pasar modal adalah kejahatan yang khas dilakukan oleh pelaku pasar modal dalam kegiatan pasar modal. Pemerintah Indonesia melalui Bapepam berupaya keras untuk mengatasi dan mencegah kejahatan di bidang pasar modal dengan berbagai cara, antara lain dengan menertibkan dan membina pelaku pasar modal sebagai tindakan preventif, dan menuntaskan kejahatan di bidang pasar modal sebagai tindakan represif. Tugas yang diemban Bapepam sangat berat, oleh karena itu Bapepam diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan, pemeriksaan, penyidikan, sampai meneruskan penuntutan kepada kejaksaan atas dugaan terjadinya kejahatan. Untuk kasus pelanggaran, Bapepam memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan, penyidikan, sampai pemberian sanksi administratif.
Pedoman melakukan kegiatan di bidang pasar modal diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-undang tersebut menggantikan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1952 yang menetapkan berlakunya Undang-Undang Darurat Nomor 13 Tahun 1951 sebagai Undang-Undang. Undang-Undang Darurat tersebut diganti karena materinya sangat sumir dan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengembangan pasar modal dewasa ini.
Persoalan terjadinya kejahatan dan pelanggaran di pasar modal diasumsikan berdasarkan beberapa alasan, antara lain: kesalahan pelaku, kelemahan aparat yang mencakup integritas dan profesionalisme, serta kelemahan peraturan. Bapepam berkewajiban untuk selalu melakukan penelaahan hukum yang menyangkut perlindungan dan penegakan hukum yang semakin penting. Dikatakan penting karena, lembaga pasar modal merupakan lembaga kepercayaan, yaitu sebagai lembaga perantara (intermediary) yang menghubungkan kepentingan pemakai dana dan para pemilik dana. Dengan demikian perangkat perundang-undangan yang mengatur mengenai pasar modal diharapkan dapat memberi kontribusi positif bagi penegakan hukum di dalam memberi jaminan dan kepastian hukum kepada pelaku pasar modal.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 telah menggariskan jenis-jenis tindak pidana dibidang pasar modal, seperti penipuan, manipulasi pasar, dan perdagangan orang dalam. Selain menetapkan jenis-jenis tindak pidana dibidang pasar modal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 juga menetapkan sanksi pidana denda dan penjara/kurungan bagi para pelaku dengan jumlah atau waktu yang bervariasi. Tindak pidana dibidang pasar modal memiliki karekteristik yang khas, yaitu barang yang menjadi obyek adalah informasi, selain itu pelaku tindak pidana tidak mengandalkan kemampuan fisik, tetapi kemampuan untuk memahami dan membaca situasi pasar untuk kepentingan pribadi. Pembuktian tindak pidana pasar modal juga sangat sulit, namun akibat yang ditimbulkan dapat fatal dan luas. Jenis-jenis tindak pidana yang dikenal dibidang pasar modal, antara lain:
1. Penipuan
Penipuan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Pasal 90 huruf c, adalah: membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta material atau tidak mengungkapkan fakta material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan memengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek.
Larangan tersebut ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dalam perdagangan efek, bahkan turut serta melakukan penipuan pun tak lepas dari jerat pasal ini. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 378 tentang penipuan, disebutkan bahwa penipuan adalah tindakan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara:
(1) Melawan hukum;
(2) Memakai nama palsu atau martabat palsu;
(3) Tipu muslihat;
(4) Rangkaian kebohongan;
(5) Membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang.
Terkait dengan pengertian KUHP tentang penipuan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 juga memberikan beberapa spesifikasi mengenai pengertian penipuan, yaitu terbatas dalam kegiatan perdagangan efek yang meliputi kegiatan penawaran, pembelian, dan/atau penjualan efek yang terjadi dalam rangka penawaran umum, atau terjadi di bursa efek maupun diluar bursa atas efek emiten atau perusahaan publik. Mengenai pengertian tipu muslihat atau rangkaian kebohongan sebagaimana ditentukan dalam KUHP, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 menegaskan bahwa hal tersebut termasuk membuat pernyataan yang tidak benar mengenai fakta material atau tidak mengungkapkan fakta yang material.
2. Manipulasi Pasar
Manipulasi pasar menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Pasal 91 adalah, tindakan yang dilakukan oleh setiap pihak secara langsung maupun tidak dengan maksud untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di bursa efek. Otoritas pasar modal mengantisipasi setiap pihak yang memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam hal modal dan teknologi atau sarana yang kemungkinan bisa melakukan penggambaran sedemikian rupa sehingga pasar memahami dan merespon gambaran tersebut sebagai suatu hal yang benar. Beberapa pola manipulasi pasar, antara lain:
(1) Menyebarkan informasi palsu mengenai emiten dengan tujuan mempengaruhi harga efek perusahaan yang dimaksud di bursa efek (false information). Misalnya, suatu pihak menyebarkan rumor bahwa emiten A akan segera dilikuidasi, pasar merespon kemudian harga efeknya jatuh tajam di bursa;
(2) Menyebarkan informasi yang menyesatkan atau tidak lengkap (misinformation). Misalnya, suatu pihak menyebarkan rumor bahwa emiten B tidak termasuk perusahaan yang akan dilikuidasi oleh pemerintah, padahal emiten B termasuk yang diambil alih oleh pemerintah.
Harga efek di pasar modal sangat sensitif terhadap suatu peristiwa dan informasi yang berkaitan, baik secara langsung maupun tidak dengan efek tersebut. Informasi merupakan pedoman pokok para pemodal untuk mengambil keputusan terhadap suatu efek. Jika informasi tersebut tidak dilindungi oleh hukum sebagai informasi yang benar, bagaimana kegiatan perdaganyan pasar modal bisa berjalan? Informasi yang dihembuskan oleh pihak tertentu dapat menimbulkan dampak pada pasar, akibatnya harga efek bisa naik atau turun. Begitu telah ada konfirmasi bahwa informasi itu benar, maka gejolak pasar akan berhenti dan berjalan normal kembali.
Transaksi yang dapat menimbulkan gambaran semu adalah transaksi efek yang tidak mengakibatkan perubahan kepemilikan atau penawaran jual/beli efek pada harga tertentu dimana pihak tertentu telah bersekongkol dengan pihak lain yang melakukan penawaran jual/beli efek yang sama pada harga yang kurang lebih sama. Motif dari manipulasi pasar antara lain untuk meningkatkan, menurunkan, atau mempertahankan harga efek. Dalam praktik perdagangan efek internasional dikenal beberapa kegiatan yang dapat digolongkan sebagai manipulasi pasar, yaitu:
(1) Marking the Close
Marking the close adalah, merekayasa harga permintaan atau penawaran efek pada saat atau mendekati penutupan perdagangan dengan tujuan membentuk harga efek atau harga pembukaan yang lebih tinggi pada hari berikutnya.
(2) Painting the Tape
Painting the tape adalah, kegiatan perdagangan antara rekening efek satu dengan rekening efek lain yang masih berada dalam penguasaan satu pihak atau memiliki keterkaitan sedemikian rupa sehingga tercipta perdagangan semu. Pada dasarnya painting the tape mirip dengan marking the close, namun dapat dilakukan setiap saat.
(3) Pembentukan harga berkaitan dengan merger, konsolidasi, atau akuisisi
Pasal 55 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas menentukan bahwa, pemegang saham yang tidak menyetujui rencana merger, konsolidasi, atau akuisisi berhak meminta kepada perseroan untuk membeli saham dengan harga yang wajar. Pemegang saham dapat memanfaatkan ketentuan ini untuk kepentingan pribadi melalui tindakan manipulasi pasar.
(4) Cornering the Market
Cornering the market adalah, membeli efek dalam jumlah yang besar sehingga dapat menguasai atau menyudutkan pasar. Praktiknya dapat dilakukan dengan short selling, yaitu menjual efek dimana pihak penjual belum memiliki efeknya. Hal ini dapat dilakukan karena bursa efek menetapkan jangka waktu penyelesaian transaksi T+3 (penjual wajib menyerahkan efeknya pada hari ke-3 setelah transaksi). Jika penjual gagal menyerahkan efek pada T+3, maka yang bersangkutan harus membeli efek tersebut di pasar tunai yang biasanya lebih mahal dari harga di pasar regular. Pelaku dapat mengambil keuntungan dari situasi tersebut dengan melakukan cornering the market, yaitu membeli dalam jumlah besar efek tertentu dan menahannya sehingga akan banyak penjual yang mengalami gagal serah efek dan terpaksa membeli di pasar tunai yang sudah dikuasai oleh pelaku.
(5) Pools
Pools merupakan penghimpunan dana dalam jumlah besar oleh sekelompok investor dimana dana tersebut dikelola oleh broker atau seseorang yang memahami kondisi pasar. Manager dari pools tersebut membeli saham suatu perusahaan dan menjualnya kepada anggota kelompok investor tersebut untuk mendorong frekuansi jual-beli efek sehingga dapat meningkatkan harga efek tersebut.
(6) Wash Sales
Order beli dan jual antara anggota asosiasi dilakukan pada saat yang sama dimana tidak terjadi perubahan kepemilikan manfaat atas efek. Manipulasi tersebut dilakukan dengan maksud bahwa mereka membuat gambaran dari aktivitas pasar dimana tidak terjadi penjualan atau pembelian yang sesungguhnya.
(7) Perdagangan Orang Dalam (Insider Trading)
Pelaku perdagangan orang dalam dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: pihak pertama yang mengemban kepercayaan secara langsung maupun tidak dari emiten atau perusahaan publik atau disebut juga pihak yang berada dalam fiduciary position, dan pihak kedua yang menerima informasi orang dalam dari pihak pertama (disebut juga tippees).
Pihak yang termasuk golongan pertama, antara lain: komisaris, direktur, pegawai, pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik, orang perseorangan yang karena kedudukan atau profesi atau hubungan usahanya dengan emiten memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam.
Kemungkinan terjadinya perdagangan dengan menggunakan informasi orang dalam dapat dideteksi dari ada atau tidaknya orang dalam yang melakukan transaksi atas efek perusahaan dimana yang bersangkutan menjadi orang dalam. Selain itu dapat pula dideteksi dari adanya peningkatan harga dan volume perdagangan efek sebelum diumumkanya informasi material kepada publik terkait dengan terjadinya peningkatan atau penurunan perdagangan yang tidak wajar. Perdagangan orang dalam memiliki beberapa unsur, antara lain:
a. Adanya perdagangan efek;
b. Dilakukan oleh orang dalam perusahaan;
c. Adanya inside information;
d. Informasi itu belum diungkap dan dibuka untuk umum;
e. Perdagangan dimotivasi oleh informasi itu;
f. Bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.
Kasus perdagangan orang dalam diidentikkan dengan kasus pencurian, bedanya bila pada pencurian konvensional yang menjadi obyek adalah materi milik orang lain, maka pada perdagangan orang dalam obyek pencurian tetap milik orang lain tapi dengan menggunakan informasi yang seharusnya milik umum, sehingga pelaku memperoleh keuntungan dari tindakannya. Pada pencurian konvensional yang menderita kerugian adalah pihak pemilik barang, sedangkan pada kasus perdagangan orang dalam, yang menderita kerugian begitu banyak dan luas, mulai dari lawan transaksi hingga kepada pudarnya kewibawaan regulator dan kredibilitas pasar modal. Kalau kredibilitas pudar, maka kepercayaan masyarakat terhadap pasar modal juga akan pudar.


D. Kasus Posisi
Terdakwa Herman Ramli bersama dua Direksi PT Sarijaya Permana Sekuritas dianggap penuntut umum telah melakukan tindak pidana penggelapan/penipuan, dan pencucian uang. Akibat ulah ketiga terdakwa, 13.074 nasabah menderita kerugian sebesar Rp. 235,6 milyar.
Berawal dari perbuatan Herman yang secara bertahap memerintahkan stafnya, Setya Ananda, untuk mencari nasabah nominee pada tahun 2002. Sampai tahun 2008, sudah terhimpun 17 nasabah nominee yang sebagian besar adalah pegawai grup perusahaan Sarijaya. Kemudian, dibukakanlah ketujuhbelas nasabah nominee ini rekening.

Rekening itu digunakan Herman untuk melakukan transaksi jual/beli saham di bursa efek. Namun, karena dana dalam rekening 17 nasabah nominee ini tidak mencukupi untuk melakukan transaksi, maka Herman meminta Lanny Setiono (stafnya) untuk menaikkan batas transaksi atau Trading Available (TA). Lalu, Lanny menindak-lanjutinya dengan memerintahkan bagian informasi dan teknologi (IT) untuk memproses kenaikan TA 17 nasabah nominee tersebut.

Tapi, untuk menaikkan TA, sebelumnya harus mendapat persetujuan dari para direksi Sarijaya, yaitu Teguh, Zulfian, dan Yusuf Ramli, Direktur Utama Sarijaya. Walau mengetahui dana yang terdapat pada rekening ketujubelas nasabah nominee tidak mencukupi, para direksi tetap memberikan persetujuan untuk menaikkan TA. Sehingga, Herman dapat melakukan transaksi jual/beli saham di bursa efek. Padahal, transaksi yang dilakukan Herman, tanpa sepengetahuan atau order dari para nasabah.

Selama kurang lebih enam tahun, Herman melakukan transaksi jual/beli saham dengan menggunakan rekening ketujuhbelas nasabah nominee. Dan untuk membayar transaksi itu, Herman medebet dana 13074 nasabah yang tersimpan di main account Sarijaya
Apabila diakumulasikan, pemilik 60 persen saham perusahaan sekuritas (Sarijaya) ini telah mempergunakan dana sekitar Rp214,4 miliar, termasuk di dalamnya modal perusahaan sebesar Rp5,77 miliar. Oleh karena itu, Herman dianggap telah melakukan tindak pidana penggelapan/penipuan, dan pencucian uang yang merugikan 13074 nasabah Sarijaya sekitar Rp235,6 miliar.
Mabes Polri dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mempunyai pendapat yang berbeda untuk kasus ini. Polri menyatakan kasus Sarijaya masuk dalam ranah pasar modal, dan perlu ditindak sesuai dengan UU Pasar Modal.
Sedangkan Bapepam-LK menganggap kasus ini bukan pelanggaran pasar modal, melainkan kategori pidana umum, yakni penggelapan dan pencucian uang.

E. Analisa Hukum Atas Kasus Posisi
Dari Kasus Posisi diatas maka adapun fakta hukum yang bisa disimpulkan yakni :
1. Adanya 17 Rekenening Fiktif yang terdapat di PT. Sarijaya Permana Sekuritas
2. 17 Rekenaing Fiktif itu dibuka oleh Herman Ramli sebagai Komisaris PT Sarijaya Permana Sekuritas dan sebagai pemegang saham terbesar
3. Dana yang dimasukan dalam 17 rekening fiktif itu berasal dari dana nasabah PT Sarijaya Permana Sekuritas dengan cara mendebet 13074 rekening nasabah
4. Adanya perintah dari Herman Ramli kepada stafnya untuk menaikkan batas transaksi agar bisa melakukan transaksi
5. Adanya persetujuan dari direksi untuk menaikkan batas tarnsaksi tersebut
Permasalahan yang muncul dalam kasus PT Sarjaya Permana Sekuritas ini yakni bahwa oleh BAPEPAM-LK dianggap sebagai kejahatan Pidana Umum dan bukan kajahatan pasar modal sehingga kasus ini diserahkan kepada pihak kepolisian untuk melakukan penyidikan. Dari kenyataan diatas maka alangkah baiknya jika permasalahan PT Sarijaya Permana Sekuritas ini coba kami tinjau dari sudut pandang Undang-Undang Pasar Modal khususnya yang menyangkut Kejahatan Pasar Modal.
Seperti diutarakan sebelumnya bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 telah menggariskan jenis-jenis tindak pidana dibidang pasar modal, seperti penipuan, manipulasi pasar, dan perdagangan orang dalam. Selain menetapkan jenis-jenis tindak pidana dibidang pasar modal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 juga menetapkan sanksi pidana denda dan penjara/kurungan bagi para pelaku dengan jumlah atau waktu yang bervariasi.
Dari beberapa jenis kejahatan pasar modal sebagaimana diutarakan diatas maka jika kita hubungkan dengan kasus yang dialami oleh PT Sarijaya Permana Sekuritas maka akan lebih mengarah ke kejahatan pasar moda yang berupa penipuan sebagaimana diatur dalam pasal 90 Undang-Undang nomor 8 Tahun 1995 yang isinya atara lain :
Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap Pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung:
a. menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa pun;
b. turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan
c. membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.
Namun seperti kita ketahui dalam sistem pembuktian pidana maka suatu kejahatn atau tindak pidana dapat terbukti jika memenuhi unsur-unsur pidana selain itu mengingat jika dikaji maka pasal ini merupakan delik materiil maka perlu untuk dijelaskan unsur-unsur pidana ang terkandung dalam pasal 90 tersebut. Menurut hemat kami maka ada beberpa unsur dalam pasal 90 diatas yakni :
1. Unsur Kegiatan Perdagangan Efek
Dalam penjelasan pasal 90 dikatakan bahwa yang dimaksud dengan “kegiatan perdagangan Efek” dalam Pasal ini adalah kegiatan yangmeliputi kegiatan penawaran, pembelian, dan atau penjualan Efek yang terjadi dalam rangkaPenawaran Umum, atau terjadi di Bursa Efek, maupun kegiatan penawaran, pembelian dan ataupenjualan Efek di luar Bursa Efek atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik
2. Unsur Setiap Pihak
Yang dimaksud dengan pihak dalam undang-undang pasar modal khususnya pasal 1 angka 23 yakni orang perseorangan, perusahaan usaha bersama, asosiasi atau keompok terorganisasi.
3. Unsur menipu atau mengelabui pihak lain
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 378 tentang penipuan, disebutkan bahwa penipuan adalah tindakan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara:
(6) Melawan hukum;
(7) Memakai nama palsu atau martabat palsu;
(8) Tipu muslihat;
(9) Rangkaian kebohongan;
(10) Membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang.
Selain pengertian penipuan dalam pasal 378 KUHP, adapun oleh beberapa ahli yang memberikan pendapatnya bahwa yang dimaksud dengan penipuan di bidang pasar modal yakni sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c yakni membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta material atau tidak mengungkapkan fakta material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan memengaruhi pihak lain untuk membeli atau menjual efek.
4. Unsur dengan menggunakan cara atau sarana apapun
Cara yang dimaksudkan jalan untuk melakukan sesuatu sedangkan sarana yang dimaksudkan yakni segala sesuatu yg dapat dipakai sbg alat dl mencapai maksud atau tujuan

Dari unsur-unsur pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 90 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 maka akan kita analisa lebih lanjut dihubungkan dengan fakta hukum yang terdapat dalam kasus PT Sarijaya Permana Sekuritas yakni :
1. Unsur Kegiatan Perdagangan Efek
Unsur kegiatan perdagangan efek yang terjadi dalam kasus PT Sarijaya Permana Sekuritas yakni Tindakan Herman Remli sebagai komsaris PT Sarijaya Permana Sekuritas yang melakukan transaksi efek baik penjualan maupun pembelian efek dengan menggunakan dana nasabah yang didebet dalam 17 rekening fiktif. Dengan demikian unsur kegiatan perdagangan efek telah terbukti
2. Unsur setiap pihak
Unsur setiap pihak yang dimaksudkan dalam kasus ini yakni Herman Ramli sebagai orang perorangan. dengan demikian unsur setiap pihak telah terbukti
3. Unsur menipu atau mengelabui pihak lain
Unsur menipu atau mengelabui pihak lain yakni membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta material yang berupa 17 rekening fiktif dan melakukan transaksi saham untuk dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Pihak-pihak lain yang ditipu yakni BAPEPAM-LK sebagai pengawas maupun Para SRO dan pihak nasabah sendiri yang dananya telah didebet pada 17 Rekening Fiktif tersebut. Dengan demikian nsur menipu atau mengelabui pihak lain telah terbukti.
4. Unsur menggunakan cara atau sarana apapun
Adapun cara yang digunakan Herman Ramli untuk melakukan tindak pidana pasar modal ini yakni dengan membuka 17 rekening fiktif dan mendebet dana 13074 rekening nasabah PT sarijaya permana sekuritas dan menaikkan batas transaksi untuk dapat melakukan transaksi sebagaimana mestinya.
Selain itu Herman Ramli juga menggunakan sarana yakni memanfaatkan jabatannya sebagai komisaris dan pemegang saham terbesar pada PT. Sarijaya Permana Sekuritas untuk memerintahkan stafnya menaikkan batas transaksi dan meminta direksi untuk menyetujui penaikkan batas transaksi tersebut. Dengan demikian unsur menggunakan cara atau sarana apapun telah terbukti.

Sebagai salah satu bentuk konkretisasi dari peran Bapepam sebagai lembaga pengawas adalah kewenangan Bapepam untuk melakukan pemeriksaan. Yakni pemeriksaan terhadap setiap pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap UUPM. Dalam kasus PT. Sarijaya Permana Sekuritas indikasi kejahatan yang dilakukan oleh komisaris Herman Ramli sehingga peran bapepam harus diawali dengan melakukan tindakan pemeriksaan berupa meminta konfirmasi dari pihak pihak terkait yag diduga melakukan pelanggaran terhadap undang-undang pasar modal dan peraturan pelaksananya selanjutnya dari tahap itu dilanjutkan ke tahap berikutnya yakni penyidikan, jika berkas penyidikan telah lengkap maka bisa dilimpahkan kepada kejaksaan untuk melakukan penuntutan.

























BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan diatas yakni :
1. Bahwa Kasus PT. Sarijaya Permana Sekuritas dapat dikategorikan sebagai kejahatan pasar modal yakni penipuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 90 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995.
2. Bahwa Peran Bapepam-LK dalam penyelesaian kasus ini yakni harus melakukan tindakan pemeriksaan dan penyidikan serta memberikan sanksi administratif.

B. Saran
1. Bahwa dalam kasus PT Sarijaya Permana Sekuritas ini Bapepam-LK bisa berkoordinasi dengan pihak kepolisian maupun SRO (LPP, LKP, dan Bursa Efek Indonesia), namun kewenangan pemeriksaan dan penyidikan tetap berada pada Bapepam-LK.
2. Bahwa Bapepam-LK seharusnya bisa melakukan pengawasan yang lebih ketat mengingat kejahatan yang dilakukan oleh komisaris PT Sarijaya Permana Sekuritas telah berlangsung lama namun baru diketahui akhir tahun 2008.












DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku
Nasarudin, et all, 2008, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana, Jakarta

B. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, tentang Pasar Modal.

C. Internet
www.bapepam.go.id
www.bphn.go.id,
www.kabarindonesia.com
www.ksei.com
www.vibizdaily.com