Selasa, 17 Februari 2015

ASAS LEGALITAS DALAM HUKUM PIDANA FORMIL (TINJAUAN HUKUM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN NOMOR 04/PID/PRAP/2015/PN JAK.SEL ANTARA KOMJEN POL. BUDI GUNAWAN VS KPK)

Tulisan ini didasarkan atas adanya pro kontra terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara praperadilan yang diajukan oleh Komjen Pol. Budi Gunawan (Pemohon) atas penetapan tersangka dirinya oleh Komisi Pemberatntasan Korupsi (KPK). 

Hal yang secara khusus akan saya kaji dalam tulisan ini yakni salah satu pertimbangan hukum putusan tersebut yang pada pokoknya menyatakan bahwa asas legalitas hanya dikenal dalam hukum pidana materil sedangkan dalam hukum pidana formil tidak mengenal asas legalitas. 

Meskipun dalam teori hukum, terkait putusan hakim dikenal adanya asas hukum yang menyatakan bahwa res judicata pro veritate habetur (putusan hakim harus dianggap benar), namun dalam penulisan ini saya akan sedikit membahas secara singkat, tentang keberlakuan asas legalitas dalam hukum pidana formil berdasarkan peraturan dan doktrin yang berlaku.

1. Makna Asas Legalitas
Asas legalitas dalam hukum pidana berbunyi sebagai berkut “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali”. Menurut Anselm von Feuerbach, kalimat tersebut bila diuraikan dalam tiga frasa, maka akan terdapat tiga makna yakni :
a. Nulla poena sine lege yang berarti tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut undang-undang 
b. Nulla poena sine crimine yang berarti tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana 
c. Nullum crimen sine poena legali yang berarti tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang 

2. Fungsi Asas Legalitas 
Berdasarkan ketiga frasa yang terkandung dalam dalam asas legalitas sebagaimana dikemukakan dalam poin 1 di atas, maka terdapat dua fungsi dari asas legalitas tersebut yakni :
a. Fungsi melindungi yang berarti bahwa undang-undang pidana melindungi rakyat terhadap kekuasaan Negara yang sewenang-wenang; 
b. Fungsi instrumentasi, yaitu dalam batas-batas yang ditentukan oleh undang-undang, pelaksanaan kekuasaan oleh Negara tegas-tegas diperbolehkan; 

3. Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana Formil 
Keberlakuan asas legalitas dalam hukum pidana formil sebenarnya bersumber dari salah satu frasa yang merupakan makna dari asas legalitas sebagaimana dikemukan oleh Anselm von Feuerbach. Frasa tersebut yakni Nullum crimen sine poena legali yang berarti tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang. Frasa tersebut mewajibkan agar setiap proses penegakan hukum pidana harus berdasarkan pada ketentuan undang-undang sehingga tidak diperkenankan para penegak hukum untuk menyimpang dari ketentuan undang-undang. Hal tersebut sejalan dengan fungsi instrumental dari asas legalitas sebagaimana dijelaskan di atas. 

Dalam sistem hukum pidana di Indonesia, penegasan asas legalitas tersebut tidak hanya terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang merupakan hukum pidana materiil, melainkan terkandung juga dalam hukum pidana formil yakni dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) yang berbunyi “Peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini” 

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 KUHAP tersebut, maka setiap proses penegakan hukum pidana sepanjang tidak diatur secara khusus dalam ketentuan lain, maka harus dilakukan menurut tata cara yang diatur dalam ketentuan KUHAP. Hal mana merupakan perwujudan dari asas frasa Nullum crimen sine poena legali maupun perwujudan dari fungsi instrumental dari asas legalitas tersebut. 

Dengan demikian, maka terkait dengan pertimbangan Hakim dalam perkara praperadilan Komjen Pol. Budi Gunawan vs KPK yang pada pokoknya menyatakan bahwa asas legalitas hanya berlaku dalam hukum pidana materil, menurut saya sangat tidak tepat. 

Adapun oleh karena telah jelas bahwa asas legalitas berlaku juga dalam hukum pidana formil dalam hal ini KUHAP, sehingga ketentuan tentang objek praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 KUHAP tidak dapat ditafsirkan lebih lanjut di luar ketentuan tersebut.