Selasa, 26 Juli 2016

KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MENGUJI KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI RI TENTANG PENGANGKATAN DAN PENGESAHAN KEPALA DAERAH



A. LATAR BELAKANG

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2015 yang telah berlalu ternyata masih menyisahkan beberapa catatan perseoalan yang tak kunjung selesai bagi pasangan calon kepala daerah yang merasa belum memperoleh keadilan dan kepastian hukum. Hal ini terbukti dari fakta perkara-perkara yang sedang ditangani oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dimana sekitar belasan pasangan calon kepala daerah dari berbagai wilayah di Indonesia yang mengikuti pilkada tahun 2015 mengajukan gugatan terhadap Menteri Dalam Negeri RI (Mendagri) yang mengeluarkan surat keputusan (SK) pengangkatan dan pengesahan kepala daerah.

Permasalahan yang timbul bagi para pasangan calon kepala yang mengajukan gugatan tersebut yakni respon Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang menggunakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, untuk menyatakan tidak menerima gugatan yang diajukan tersebut dengan alasan bahwa pengadilan tata usaha negara tidak berwenang memeriksa dan mengadili gugatan tersebut.

Atas permasalahan tersebut, sesuai dengan ketentuan Pasal 62 ayat (3) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 maka para pasangan calon kepala daerah tersebut mengajukan gugatan perlawanan atas penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tersebut.

B.  RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan hukum yang ingin dikaji oleh penulis dalam penulisan ini yakni apakah Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang menguji keputusan Menteri Dalam Negeri RI tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah ?

C.  PEMBAHASAN

1.       SK MENDAGRI TENTANG PENGANGKATAN DAN PENGESAHAN KEPALA DAERAH DALAM KONTEKS  SENGKETA TATA USAHA NEGARA

Pengertian sengketa tata usaha negara berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yakni dikutip sbb :

“Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sengketa tata usaha negara terdiri dari unsur-unsur, sbb :

1.       Pihak yang bersengketa yakni orang atau badan hukum perdata selaku Penggugat melawan badan atau pejabat tata usaha negara dan
2.       Yang menjadi objek sengketa yakni keputusan tata usaha negara.
Unsur sengketa tata usaha negara tersebut apabila dihubungkan dengan fakta gugatan yang diajukan oleh pasangan calon kepala daerah terhadap SK Mendagri tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah, maka unsur pertama berupa pihak yang bersengketa telah terpenuhi karena Penggugat adalah pasangan calon kepala daerah yang merupakan subjek hukum orang, sedangkan Mendagri sebagai Tergugat adalah pejabat tata usaha negara. Sebagaimana diketahui pengertian Pejabat Tata Usaha Negara berdasarkan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 yakni badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dari aspek objek sengketa berupa SK Mendagri tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah, dapat disimpulkan bahwa SK tersebut merupakan keputusan tata usaha negara karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 yang dikutip, sbb :
“Keputusan Badan atau Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”
SK Mendagri tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah merupakan keputusan tata usaha negara yang bersifat kongkret kongkret karena keputusan tersebut benar-benar nyata tertulis dan tidak bersifat abstrak. Di sisi lain SK Mengadri tersebut bersifat individual, karena dalam keputusan tersebut jelas diperuntukkan kepada nama yang tertera dalam keputusan tersebut. Adapun SK Mendagri tersebut bersifat final, karena SK tersebut  telah menimbulkan akibat hukum dan tidak memerlukan persetujuan lebih lanjut.

Bahwa sebagaimana diketahui dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 juga memberikan pengecualian tentang sebuah keputusan tata usaha negara yang dapat disengketakan di pengadilan tata usaha negara yakni sbb :

1.       Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
2.       Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
3.       Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
4.       Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
5.       Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6.       Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
7.       Keputusan Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum

Bahwa dari ketujuh pengecualian tersebut, maka yang terkait dengan pilkada yakni Keputusan Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum.
Tentunya ketentuan tersebut apabila dihubungkan dengan gugatan yang diajukan oleh pasangan calon kepala daerah tersebut maka sangat jelas bahwa yang menjadi objek sengketa adalah SK Mendagri tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah, bukan keputusan panitia pemilihan (KPU). Dengan demikian maka objek sengketa tersebut bukanlah jenis keputusan yang dikecualikan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tersebut.
Berdasarkan analisa tersebut di atas maka SK Mendagri tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah merupakan SK yang dapat disengketakan di pengadilan tata usaha negara.

2.       SK MENTERI DALAM NEGERI (MENDAGRI) TENTANG PENGANGKATAN DAN PENGESAHAN KEPALA DAERAH DALAM KAITANNYA DENGAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILIHAN

Uraian ini perlu dikaji oleh penulis mengingat dalam salah satu pertimbangan Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, pada pokoknya menyatakan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 153 dan Pasal 154 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, maka pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara pemilihan yakni ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta setelah seluruh upaya administratif di bawaslu Propinsi dan/atau Panwas Kabupaten Kota telah dilakukan.

Pasal 153 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dikutip, sbb :

Pasal 153
Sengketa tata usaha negara Pemilihan merupakan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilihan antara Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota dengan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengertian sengketa tata usaha negara pemilihan yakni :

1)      Sengketa antara antara Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota dengan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota

2)      Objek sengketa adalah Keputusan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota.


Dengan demikian maka apabila yang digugat adalah  SK Mendagri tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah, maka sengketa tersebut bukan merupakan sengketa tata usaha negara pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, karena Tergugat dalam perkara tersebut bukan KPU dan objek sengketa dalam perkara tersebut bukan surat keputusan KPU.

Berdasarkan analisa tersebut di atas maka SK Mendagri tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah merupakan SK yang dapat disengketakan di pengadilan tata usaha negara.

3.       SK MENTERI DALAM NEGERI (MENDAGRI) TENTANG PENGANGKATAN DAN PENGESAHAN KEPALA DAERAH DALAM KAITANNYA DENGAN TAHAPAN PILKADA

Bahwa adapun dalam salah satu pertimbangan Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, pada pokoknya menyatakan objek sengketa (SK Menteri Dalam Negeri tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah) adalah Keputusan Menteri Dalam Negeri RI mengenai rangkaian proses pemilihan Kepala Daerah Tahun 2015 berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 jo Undang-Undang No, 8 Tahun 2015;

Menanggapi pertimbangan tersebut, penulis berpandangan bahwa secara hukum rangkaian tahapan proses pilkada telah diatur dalam Pasal 5  Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 yang dikutip sbb :

“(1) Pemilihan diselenggarakan melalui 2 (dua) tahapan yaitu tahapan persiapan dan  tahapan penyelenggaraan.

  (2) Tahapan persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a.      perencanaan program dan anggaran;
b.      penyusunan peraturan penyelenggaraan Pemilihan;
c.       perencanaan penyelenggaraan yang meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan Pemilihan;
d.      pembentukan PPK, PPS, dan KPPS;
e.       pembentukan Panwas Kabupaten/Kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS;
f.        pemberitahuan dan pendaftaran pemantau Pemilihan; dan
g.      penyerahan daftar penduduk potensial Pemilih.

 (3) Tahapan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.      pendaftaran bakal Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
b.       Uji Publik;
c.       pengumuman pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
d.      pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
e.       penelitian persyaratan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
f.        penetapan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota;
g.      pelaksanaan Kampanye;
h.      pelaksanaan pemungutan suara;
i.         penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara;
j.        penetapan calon terpilih;
k.       penyelesaian pelanggaran dan sengketa hasil Pemilihan; dan
l.        pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih”

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas maka tahapan akhir dari rangkaian proses penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang dilakukan oleh KPU, yakni sampai pada “pengusulan pengesahan pengangkatan calon terpilih”.

Dengan demikian maka tindakan pengesahan dan pengangkatan kepala daerah adalah rangkaian terpisah yang menjadi kewenangan mutlak Menteri Dala Negeri dengan memperhatikan seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Oleh karenanya apabila dalam penerbitan SK pengesahan dan pengangkatan kepala daerah, mendagri mengabaikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik, maka SK tersebut dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara.

4.       SK MENTERI DALAM NEGERI (MENDAGRI) TENTANG PENGANGKATAN DAN PENGESAHAN KEPALA DAERAH DALAM KAITANNYA DENGAN YURISPRUDENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA TENTANG KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

Bahwa berdasarkan penelusuran penulis maka terdapat beberapa yurisprudensi dari perkara-perkara gugatan perlawanan yang pernah diperiksa dan diputus di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan amar pada pokoknya yakni membatalkan penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dan menyatakan pengadilan tata usaha negara berwenang memeriksa dan mengadili SK Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah.

Adapun yurisprudensi tersebut yakni :

a.       Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 09/PLW/2012/PTUN-JKT, tanggal 17 April 2012; dalam perkara Pilkada Kabupaten Mesuji antara salah satu pasangan calon melawan Menteri Dalam Negeri.

b.      Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 146/PLW/2011/PTUN-JKT, tanggal 8 November 2011 dalam perkara Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah antara salah satu pasangan calon melawan Menteri Dalam Negeri.

c.       Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 161/PLW/2011/PTUN-JKT, tanggal 6 Desember 2011; dalam perkara Pilkada Kabupaten Keerom antara salah satu pasangan calon melawan Menteri Dalam Negeri.

Dengan demikian, maka demi kepastian hukum dan sesuai dengan asas hukum similia similiabus yang pada pokoknya menyatakan bahwa perkara yang sama (sejenis) harus diputus sama (serupa) pula, maka sudah selayakna Pengadilan Tata Usaha Negara Jakara memeriksa dan memutus sengketa pengujian atas SK Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah.

D. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang menguji keputusan Menteri Dalam Negeri RI tentang pengangkatan dan pengesahan kepala daerah.


Meskipun demikian, agar tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan maka Pengadilan Tata Usaha Negara juga harus selektif memeriksa alasan-alasan gugatan yang diajukan dimana apabila alasan-alasan gugatan berkaitan dengan kesalahan perhitungan suara atau kecurangan-kecurangan dalam pilkada yang mana menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi, maka pengadilan Tata usaha negara harus menyatakan tidak menerima gugatan tersebut.